Setiap pergantian rezim pemerintahan, jabatan-jabatan strategis di BUMN selalu dikaitkan dengan upaya timbal balik dari pemerintah yang berkuasa. Hingga akhirnya, anggapan jabatan di BUMN jadi kompensasi pihak yang mendukung Presiden yang menang pun tidak bisa dihindari.
Beberapa bulan usai dilantik jadi Presiden, Jokowi merombak beberapa pos penting jabatan di BUMN. Beberapa relawan serta politisi dari partai pendukung ?dihadiahi? jabatan strategis di Kementerian BUMN. Tidak mau jabatan di BUMN jadi ladang kompensasi politik, Komisi VI DPR mendesak ke depan pemerintah harus melakukan seleksi terbuka terhadap calon Komisaris BUMN.
?Saya kira biar tidak jadi prasangka, harus melalui fit and proper test terhadap calonnya. Jadi jangan gampang ganti direksi, ganti komisaris alasannya enggak jelas dan biasanya pertimbangan politis,? kata anggota Komisi VI DPR Ihsan Yunus di Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Tidak hanya itu, politikus PDI Perjuangan itu menilai jabatan strategis di BUMN, seperti direksi dan komisaris harus didasarkan pada profesionalitas bukan kompensasi politik. Menurutnya, gaji terlalu besar yang diperoleh para pejabat di BUMN harusnya memiliki insentif bagi perusahaan BUMN, karena perusahaan plat merah merupakan sumber utama penerimaan negara.
?Ini gaji besar, tapi tidak punya insentif untuk membangun perusahaannya,? kritiknya. Sebagai mitra pemerintah di sektor BUMN, dia meminta agar ke depan pemerintah wajib melaksanakan amanah UU No 13 Tahun 1999 tentang BUMN yang di dalamnya diatur adanya pengawasan dari DPR.
"Ini harus dicantumkan dalam UU yang baru. Tapi jangan ikut terlalu dalam. BUMN jangan dijadikan komoditas politik. Kapan mau maju? DPR jangan ikutan menentukan siapa jadi direksi. Kita hanya memastikan prosesnya benar dan yang jadi direksinya orang yang punya integritas dan profesional," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Dewi Ispurwanti
Advertisement