Membangun kafe atau rumah makan idealnya membutuhkan perencanaan matang. Pemilihan tempat hingga strategi pemasaran harus diperhitungkan agar tidak merugi. Namun, pakem bisnis itu ternyata tidak berlaku bagi Haswadi Haruna alias Adi Doank (38), pemilik Rumah Kecil di Kelurahan Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Lokasi usahanya yang berada di gang sempit ternyata malah laris-manis dan diserbu pengunjung dari berbagai latar belakang profesi dan umur.
Rumah Kecil milik Adi memang jauh dari definisi kafe pada umumnya. Tempat usahanya lebih identik sebagai destinasi wisata ala pedesaan di tengah kebisingan Kota Makassar. Di belakang Rumah Kecil, terhampar sawah yang membuat suasana tampak asri dan teduh. Dalam Rumah Kecil, suasana "hijau" juga sangat terasa. Terdapat kolam untuk terapi ikan, pernak-pernik kesenian, perpustakaan, dan semacam kebun serta tempat penangkaran sejumlah hewan yang sudah jinak. Beragam fasilitas tersebut menjadi magnet bagi pengunjung.
"Rumah Kecil ini memang menabrak konsep berbisnis pada umumnya di mana orang selalu berpikir bahwa untuk membangun usaha itu harus di pinggir jalan atau tempat strategis. Saya mau memperlihatkan bahwa konsep atau pakem itu tidak selamanya benar. Yang paling utama adalah niat dan tentunya kerja kerja keras," kata Adi saat berbincang dengan Warta Ekonomi?di Rumah Kecil, Minggu (16/4/2017).
Pakem bisnis lain yang dilabrak Rumah Kecil adalah strategi pemasaran di mana Adi enggan memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan usahanya. Promosi usahanya sebatas dari pelanggan dan teman-temannya yang memberikan rekomendasi ke pihak lain, dari mulut ke mulut.
"Saya enggak pakai media sosial. Biar mengalir saja. Biarlah orang-orang (pelanggan) yang mengabarkan Rumah Kecil secara apa adanya," ucap Adi yang merupakan seniman dan pecinta alam.
Rumah Kecil mulai dikenal publik setelah Adi mulai membukanya secara umum atas permintaaan rekan-rekannya, khususnya dari komunitas pecinta alam dan seniman. Rumah Kecil beroperasi secara komersil terhitung 10 Maret 2016. Namun, cikal-bakal keberadaan kafe ala pedesaan itu sudah dimulai sejak 2009. Mulanya, Rumah Kecil hanya sebatas tempat bercengkrama bagi Adi dan keluarganya beserta rekannya dari komunitas pecinta alam dan seniman.
"Rumah Kecil mulanya tidak dirancang untuk mencari profit. Sebatas tempat bersama untuk proses edukasi dan kreativitas. Belakangan, teman-teman minta agar menyediakan makanan dan minuman ketimbang harus ke luar cari makanan. Kebetulan, saya dan istri suka masak, akhirnya jadilah seperti sekarang ini," ucap Adi.
Menurut Adi, tidak ada kendala berarti baginya dalam memulai dan menjalani bisnis kuliner ala Rumah Kecil. Toh, tidak ada biaya besar yang harus dikeluarkannya mengingat dekorasi artistik sudah ada di pekarangan rumahnya sejak dulu. Ia sebatas menyiapkan modal untuk bahan makanan dan minuman yang diklaimnya tidak seberapa. Karena itu pula, harga kuliner di Rumah Kecil dipatoknya murah yakni rentang Rp5.000 hingga Rp18.000. Dari modal yang tidak seberapa itu, Adi berhasil meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan.
Dalam menjalankan usahanya, Adi menjelaskan pihaknya tidak merekrut karyawan secara khusus. Hanya Adi dan beberapa kerabatnya yang bekerja melayani pengunjung. Ia juga memberdayakan pekarangan rumah sejumlah tetangganya sebagai lokasi parkir sehingga warga sekitar Rumah Kecil juga memperoleh keuntungan. Menurut Adi, dalam berusaha, keuntungan bukan menjadi tujuan semata, melainkan bermanfaat bagi orang lain.
"Makanya, saya juga tidak jual rokok di sini (Rumah Kecil) karena ada warung di depan. Tuhan marah kalau kita serakah," tegasnya.
Disinggung mengenai pengembangan usahanya, Adi mengaku lebih memprioritaskan pembangunan sarana edukasi dan kreativitas di Rumah Kecil. Bahkan, pendapatan dari bisnis kuliner ala Rumah Kecil akan diarahkan untuk membangun cita-citanya untuk membuat semacam sanggar kesenian dan tempat pelatihan kreativitas. Guna merealisasikan mimpinya itu, Adi masih mengandalkan pada modal yang berputar.
"Saya belum berpikir untuk mengambil kredit di perbankan. Toh, usaha ini saya mulai dari anggaran pribadi. Saya menghargai proses," ujarnya.
Menurut Adi, jika pun kelak mendapatkan bantuan pendanaan, pihaknya masih pikir-pikir bila itu datang dari pemerintah. Musababnya, terkadang banyak kepentingan di balik bantuan dari pemerintah. Karena itu, Adi lebih terbuka pada bantuan yang datang dari perusahaan atau pihak swasta.
"Lepas dari itu, saya tetap berharap pemerintah memberikan perhatian kepada usaha kecil agar bisa berkembang di tengahnya gencarnya serbuan perusahaan asing atau semacam franchise," pungkas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement