Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Samidin Nashir mengatakan pemerintah berpotensi kewalahan dalam pelayanan haji tahun 2017 jika tidak diantisipasi seiring menurunnya jumlah petugas, sementara jamaah haji meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 221 ribu orang.
Jumlah haji yang dilayani pemerintah adalah haji kuota reguler sebanyak 204.000 orang dengan jumlah petugas haji non kloter turun 10,5 persen dari tahun 2016. Sementara haji khusus sebanyak 17.000 orang diurusi biro haji swasta.
"KPHI meminta meminta Kemenag dan Kemenkes tahun 2017 untuk mengeliminasi berbagai kendala dan kerawanan akibat kekurangan petugas nonkloter dalam operasional penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi," kata Samidin di Jakarta, Senin (12/6/2017).
Dia mengatakan, terjadi kekurangan petugas yang signifikan terutama pada petugas haji non kloter. Kekurangan paling mencolok terjadi pada petugas kesehatan. Pada 2016 ketika jamaah haji Indonesia dikurangi 20 persen, petugas non kloter bidang kesehatan berjumlah 306. Sementara ketika jamaah haji Indonesia kembali normal dan ditambah 10.000 orang menjadi 221.000 orang, petugas kesehatan hanya diberi jatah 268 atau berkurang 38 orang dari sebelumnya.
Padahal, kata dia, pada 2016 KPHI merekomendasikan penambahan beberapa dokter yang menangani penyakit jiwa, gagal ginjal dan penyakit dalam. Dia mengatakan, kekurangan lainnya adalah petugas pelayanan umum yang menangani pelayanan akomodasi, transportasi, konsumsi, perlindungan dan pengamanan jamaah. Pertambahan jumlah jamaah haji secara otomatis menambah volume layanan kepada jamaah.?
"Rasionalnya jumlah petugas harus bertambah sesuai prosentase penambahan jamaah yang dilayani. Realitasnya justru jumlah petugas berkurang karena alokasi yang ada untuk menutup penambahan petugas kloter sehingga petugas nonkloter dikorbankan," kata Samidin.
Potensi Kerawanan Samidin mengkhawatirkan dengan kekurangan petugas non kloter di Arab Saudi akan terjadi tiga hal. Pertama, kesemrawutan pelayanan umum terhadap jamaah akibat tidak semua tugas tertangani secara proporsional sehingga ketertiban dan kenyamanan jamaah terganggu. Kedua, minimalnya tugas pelayanan terhadap kesehatan jamaah sehingga dapat berpengaruh pada meningkatnya tingkat kesakitan dan kematian jamaah. Ketiga, minimalnya pengendalian kegiatan jamaah di semua daerah rawan, sehingga berpotensi tingkat ketersesatan jamaah, kehilangan dan kriminalitas meningkat. Apalagi penambahan jumlah jamaah haji juga berlaku untuk negara-negara lain. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement