Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa meminta Taruna Siaga Bencana (Tagana) ambil bagian dalam menangkal radikalisme dan terorisme yang mengancam eksistensi NKRI.
Hal tersebut disampaikan Khofifah saat membuka Pelatihan Perjejangan Tagana Madya bidang SAR dan TOT Dukungan Psikososial yang diikuti ratusan anggota Tagana dari 34 provinsi dan utusan lintas kementerian dan lembaga.
"Gerakan radikal antiPancasila harus diwaspadai seluruh elemen rakyat Indonesia. Tidak terkecuali Tagana," kata Khofifah dalam keterangan resminya yang diterima di Bandung, Kamis (20/7/2017).
Khofifah mengatakan fakta saat ini menunjukkan bahwa tidak hanya bencana alam saja yang butuh penanganan korban secara komprehensif. Seperti dua tahun terahir, Kemensos mendapat tugas menangani deportan Turki yang diduga teridentifikasi bagian dari ISIS.
Oleh karena itu, lanjut Khofifah, Tagana perlu menyiapkan tim layanan dukungan psikososial yang memahami bagaimana cara pendekatan persuasif dan efektif guna menurunkan tensi paham radikal yang dianut mereka dan pada saat yang sama menanamkan jiwa nasionalisme.
Khofifah menambahkan Tagana juga harus dibekali pemahaman bela negara dan wawasan nusantara serta kemampuan layanan dukungan psikososial. Tagana harus sadar bahwa Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dan terdiri dari banyak suku, agama, ras, bahasa, golongan, budaya, kepercayaan dan sebagainya, yang harus tetap bersatu di bawah Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
"Bela negara tidak selalu dengan mengangkat senjata, tapi juga diwujudkan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan keahlian," tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Khofifah juga menyoroti karakteristik korban bencana alam maupun sosial yang ditangani Kementerian Sosial. Menurutnya, ada kelompok rentan yang membutuhkan pelayanan khusus yaitu lanjut usia, ibu hamil, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Tagana, lanjut dia, harus paham betul bagaimana cara melayani korban dari kelompok rentan tersebut. Khususnya tim layanan dukungan psikososial. Dengan demikian, peran Tagana dapat selalu diandalkan setiap kali terjadi bencana.
"Tentu beda-beda cara penanganannya, tidak bisa disamakan atau dipukul rata," imbuhnya.
Layanan dukungan psikososial, menurut Mensos, diusulkan pada raker 2015 karena melihat fakta di lapangan banyak korban bencana terutama kelompok rentan yang butuh dukungan psikososial.
"Jadi sebetulnya Tagana ini punya makna yang luas tidak hanya menangani bencana alam namun juga bencana sosial. Termasuk di antaranya ikut serta memerangi narkoba dan radikalisme," ujarnya.
Terkait bencana alam, Khofifah memaparkan sepanjang 2016 terdapat 2.171 kejadian bencana di Indonesia dan berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan jumlah korban meninggal mencapai 567 jiwa, 489 jiwa luka-luka dan sebanyak 2.770.814 mengungsi. Sementara sampai bulan Juli 2017 ini, sebanyak 227 korban meninggal, 434 korban luka dan 1.710.539 korban mengungsi.
"Data tersebut membuktikan bahwa wilayah Republik Indonesia sangat rawan bencana. Belum lagi berbagai fenomena alam yang diluar prediksi seperti terjadinya kemarau basah dan rawan pangan di Sumba Timur akibat curah hujan tak menentu dan serangan belalang kumbara. Tagana harus siap sedia kapanpun dibutuhkan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement