Kunjungan Presiden Turki ke Wilayah Teluk Tak Membuahkan Hasil?
Tayyip Erdogan Presiden Turki meninggalkan Qatar pada hari Senin (25/7/2017) setelah dua hari kunjungannya di wilayah Teluk untuk mencoba menengahi perseturuan negara-negara Arab selama bertahun-tahun, namun tidak ada tanda bahwa dia telah membuat sebuah kemajuan yang signifikan dalam kunjungannya tersebut.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan hubungan dengan Qatar pada bulan Juni, juga menuduhnya mendukung militan Islam. Doha langsung membantah klaim tersebut.
Turki yang notabene telah menjadi sekutu Qatar yang paling kuat dalam perselisihan tersebut, bergegas melalui undang-undang untuk mengirim lebih banyak tentara ke markasnya di Doha sebagai tanda dukungan.
Upaya Kuwait dan Barat untuk mengakhiri krisis telah menghasilkan sedikit kemajuan sejauh ini. Keempat negara Arab menginginkan agar Qatar mengurangi hubungan dengan lawan mereka yakni Iran, menutup basis militer Turki, dan menutup saluran TV Al Jazeera, yang mereka anggap kritis terhadap pemerintahan mereka.
Kantor berita negara Qatar (QNA) mengatakan bahwa penguasa Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, telah "meninjau perkembangan regional, khususnya krisis Teluk dan upaya untuk menahannya dan mengatasinya melalui cara diplomatik ..." dalam pembicaraan dengan Erdogan, sebagaimana dikutip dari laman Reuters, di Jakarta, Selasa (25/7/2017)
Kantor berita tersebut mengatakan bahwa perundingan tersebut juga mencakup upaya bersama untuk memerangi terorisme dan meninjau kerja sama pertahanan dan ekonomi. Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengatakan Qatar akan meraih lebih banyak keuntungan dengan mempertimbangkan kembali posisinya.
"Kunjungan Presiden Turki itu tidak membawa sesuatu yang baru, dan sikap tergesa-gesa yang dibuat negaranya membuat netral sebagai pilihan terbaik bagi Ankara," Gargash menulis di akun Twitter-nya.
"Tinjauan Qatar akan jauh lebih bermanfaat daripada sebuah kunjungan," tambahnya.
Erdogan adalah pejabat senior terakhir yang mengunjungi daerah tersebut untuk mencoba menyelesaikan krisis tersebut. Sekretaris Negara AS Rex Tillerson dan menteri luar negeri dari Prancis, Inggris dan Jerman juga melakukan tur keliling dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa kontingen tentara Turki dengan kendaraan lapis baja telah tiba di Doha sejak krisis meletus pada 5 Juni. Berdasarkan kesepakatan 2014, Ankara bisa mengirim 1.000 tentara. Turki dan Qatar menjadi pendukung penting gerakan Ikhwanul Muslimin yang telah menantang penguasa Arab yang bercokol dan Erdogan berakar pada partai politik Islam. Arab Saudi dan UEA telah menunjuk Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris.
Sebelum sampai di Qatar, Erdogan mengunjungi Arab Saudi dan Kuwait. Di Arab Saudi, dirinya berdiskusi dengan Raja Salman "upaya untuk memerangi terorisme dan sumber pendanaannya", kantor berita negara SPA mengatakan, tanpa menjelaskan lebih jauh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement