Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, selain fokus untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi domestik menjadi lebih tinggi, pemerintah juga fokus dalam upaya mengurangi ketimpangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,393 pada Maret 2017, turun tipis jika dibanding dengan Gini Ratio pada September 2016 yang sebesar 0,394 persen.
"Kalau Gini Ratio di atas 0,4, ada anggapan ketimpangan perlu diatasi, kalau di bawah itu bisa ditoleransi. Sekarang meskipun sudah di bawah 0,4 tapi masih mepet, ini masih harus jadi perhatian. Dalam RKP 2018, kami sudah menyatakan bahwa yang jadi fokus kami selain pertumbuhan ekonomi adalah pemerataan," ujar Bambang di Jakarta.
Untuk 2018 sendiri, pemerintah menargetkan Gini Ratio mencapai 0,38 persen. Bambang menekankan, apapun yang dilakukan pemerintah di 2018, harus berupaya untuk mengurangi ketimpangan antar kelompok pendapatan.
Jika melihat perubahan Gini Ratio dari 2016 ke 2017, porsi pengeluaran kelompok menengah (40 persen) naik sebesar 0,38 persen, sedangkan kelompok atas (20 persen) justru turun 0,48 persen, sementara itu kelompok bawah (40 persen) naik namun hanya 0,1 persen.
"Kesimpulannya, penurunan Gini pada 2016-2017 karena yang menengah terhadap atas meningkat, jadi yang menengah jadi atas, yang bawah naik tapi cukup kecil. Jadi yang bawah ini belum terlalu terdorong oleh berbagai program atau kebijakan pemerintah saat ini. Jadi baru yang menengah yang membuat Rasio Gini turun," ujar Bambang.
Oleh karena itu, lanjut Bambang, mulai dari tahun ini hingga tahun depan pemerintah akan fokus mengintervensi melalui bantuan sosial untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pada masyarakat yang termasuk kelompok pendapatan bawah tersebut.
Ia meyakini, jika 40 persen masyarakat terbawah tersebut dapat ditingkatkan, maka Rasio Gini akan lebih cepat turun jika dibandingkan hanya mengandalkan berkurangnya 'gap' masyarakat kelompok menengah dan atas.
"Jadi ini kelihatannya simpel, disinilah kita harus buat kebijakan di 40 persen ke bawah. Karena ada kelompok sangat miskin, miskin, dan hampir miskin," kata Bambang.
Kendati demikian, Bambang menilai upaya mengurangi ketimpangan tidak hanya datang dari pemerintah saja, namun juga bisa datang dari swasta ataupun masyarakat itu sendiri.
"Kadan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan datang dari dunia usaha. Misalnya ide dari Gojek, idenya mengubah pekerja informal jadi formal. Itu bukan program pemerintah, tapi itu ide pengusaha. Ada juga daerah yang punya kearifan lokal, yang mampu menurunkan Gini Ratio. Nah kami ingin itu juga ditiru daerah lain," kata Bambang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement