Warta Ekonomi, Balikpapan -
Sejak dua tahun terakhir jumlah belanja daerah kota Balikpapan mengalami penurunan akibat defisit penerimaan. Pada 2015 APBD kota sempat melonjak pada Rp3,2 Trilirun, namun di 2016 menjadi Rp2,5 trilun. Bahkan di 2017 ini hanya ditetapkan Rp1,8 triliun.
Penurunan ini akibat berkurangan dana bagi hasil pemerintah pusat kepada daerah-daerah penghasil dan pengelola migas termasuk Balikpapan. DBH Balikpaapn sempat mencapai Rp1,2 trilun namun 2017 ini hanya sekitar Rp480 miliar.
Wali kota Rizal Effendi mengaku penurunan DBH itu berpengaruh signifikan pada pembiyaan APBD. Sehingga mau tak mau pengurangan program dan pemotongan anggaran tiap SKPD dilakukan. Pada APBD Perubahan 2017 ini pihaknya mengalami defisit anggaran hingga Rp100 miliar.
"Defisit RP 100 miliar kan harus ditutupi, menutupinya untuk sementara kebijakan kita akan menyetop dulu belanja modal belanja, barang dan jasa sambil kita menunggu perkembangan,? beber Rizal belum lama ini..
Defisit ini disebabkan pemkot harus menyediakan Rp30 miliar dana lebih salur DBH ?yang diterima dari pusat kepada Kota Balikpapan sehingga harus dikembalikan dengan cara dicicil.
Pada 2017 ini DBH yang dinikmati hanya sekitar Rp480 miliar. Namun ada kewajiban mengembalikan lebih salur DBH sebelumnya. ?tahun ini kita harus kembalikan lebih salur Rp30 miliar. DBH kita akan berkurang juga Rp7 miliar. Belum lagi dana alokasi umum akan berkurang sebanyak Rp4 miliar,? ujarnya.
Defisit APBDP telah dibahas bersama Pak Sekda sebagai ketua anggaran dan sudah ?disampaikan kepada seluruh organisasi perangkat daerah agar dilihat kembali secara keseluruhan program-program yang dibuat.?
?Sudah diberikan ke OPD agar dilihat semuanya. Belanja belanja barang , modal dan jasa dilihat semuanya sementara distop dulu untuk melihat perkembangannya," katanya.
Rizal tahu persis berapa ?besaran prosentase penghentian belanja barang modal dan jasa untuk setiap OPD. ?Itu sekda yang tahu. Yang jelas ini lagi defisit Rp100 miliar kita lagi coba cari apa saja yang harus distop,? ucapnya.
Terhadap alternatif pembiayaan daerah dari penjualan obligasi daerah, Rizal menilai hal itu tidak mudah. Karena perlu kesiapan dan waktu yang panjang.
"Belum ada melirik ke sana. Kan ada penilaian-penilaan (daerah) ?ini belum ada satupun daerah yang sukses jual obligasi. Tempo hari DKI Jakarta, Jawa Barat yang mau melakukan tapi belum juga. Kan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, kan ada penilaian, ratingya. Kalau jual obligasi orang mau tahu itu menguntungkan atau nggak kalau nggak menguntungkan kan nggak mau beli," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Aliev
Editor: Vicky Fadil
Advertisement