Militer Myanmar Gunakan Ranjau, Usman Hamid: Ini Pelanggaran HAM Serius!
Amnesty International Indonesia menyatakan, terungkapnya penggunaan ranjau mematikan oleh militer Myanmar di perbatasan negara bagian Rakhine dan Bangladesh semakin mengkonfirmasi dugaan awal telah terjadinya pelanggaran HAM yang serius di Myanmar.
Hasil perkembangan sementara dari investigasi lapangan Amnesty Internasional menunjukkan bahwa pasukan militer Myanmar menanamkan ranjau darat anti-personil di perbatasan Myanmar dan Bangladesh untuk mencegah kembalinya pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine. Padahal jenis ranjau tersebut telah dilarang penggunaannya secara internasional.
Amnesty International menemukan tiga orang, yang dua di antaranya adalah anak-anak, terluka parah dan seorang meninggal akibat ranjau tersebut. Tim Respons Krisis Amnesty International yang dipimpin oleh Tirana Hassan saat ini sedang berada di perbatasan Myanmar dan Bangladesh untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya yang dilakukan oleh tentara Myanmar.
Berdasarkan wawancara dengan saksi-saksi dan analisa oleh tim ahli senjata Amnesty International, ranjau tersebut dipasang di bagian utara Rakhine. PBB memperkirakan sekitar 270,000 orang telah menyeberang ke Bangladesh melalui daerah beranjau tersebut dalam dua minggu terakhir. Mereka melarikan diri akibat serangan membabi buta yang dilakukan militer Myanmar terhadap kelompok militan Rohingya.
Dari perbatasan Bangladesh-Myanmar, Direktur Respons Krisis Amnesty International, Tirana Hassan, mengatakan, ?(Penggunaan ranjau) ini memperparah keadaan di Rakhine yang sebelumnya memang telah memburuk. Penggunaan senjata mematikan di wilayah perbatasan yang ramai tersebut membahayakan nyawa pengungsi yang melintas,? ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, menyatakan bahwa temuan-temuan pelanggaran terkait penggunaan ranjau ini menjadi sebuah bukti tambahan yaitu betapa kuncinya peran pemerintah Indonesia dalam urusan kemanusiaan di Rakhine dan juga perbatasan Bangladesh-Myanmar.
?Indonesia berperan kunci dalam meyakinkan Myanmar agar membuka akses bagi bantuan kemanusiaan yang datang dari masyarakat internasional serta akses bagi Misi Pencarian Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dipimpin Marzuki Darusman? tutur Usman.
Militer Myanmar merupakan salah satu dari sedikit angkatan bersenjata di dunia, di antaranya Korea Utara dan Suriah, yang masih menggunakan ranjau anti-personil.
?Otoritas setempat di Myanmar harus segera menghentikan praktek keji terhadap orang-orang yang melarikan diri dari persekusi ini,? tambah Tirana.
?Pemerintah Indonesia perlu terus mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk tidak boleh menutup mata atas temuan ini. Ini pelanggaran HAM yang serius,? lanjut Usman, sebagaimana dikutip dari keterengan resmi Amnesty Internasional Indonesia, Sabtu (10/9/2017).
Beberapa ranjau anti-personil ditemukan di dekat Taung Pyo Wal, daerah yang juga dikenal sebagai Tumbro, di wilayah perbatasan Rakhine dan Bangladesh.
Kuat dugaan bahwa militer memasang ranjau tersebut karena banyak pengungsi yang telah menyebrang ke Bangladesh sering melakukan perjalan pulang pergi ke perbatasan Rakhine untuk membawa makanan dan membantu pengungsi lainnya untuk menyebrang ke Bangladesh.
Pada 3 September, ada seorang wanita berumur sekitar 50 tahun yang menyeberang dari Bangladesh ke Taung Pyo Let Wal. Dirinya menginjak ranjau pada saat pulang kembali ke Bangladesh. Kemudian, dirinya mendapatkan perawatan di rumah sakit Bangladesh setelah lututnya lepas akibat ledakan ranjau.
Kalma, 20, yang merupakan anggota keluarga wanita paru bayah tersebut, mengatakan kepada Amnesty International: ?Ibu mertuaku pulang ke kampung kami (dari kamp pengungsian) untuk mengambil air untuk mandi. Beberapa menit kemudian saya mendengar ledakan besar dan seseorang telah menginjak ranjau. Ternyata itu ibu mertua saya,? ungkapnya.
Beberapa saksi melihat anggota militer Myanmar bersama dengan polisi penjaga perbatasan menanamkan ranjau di perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Amnesty International telah memverifikasi keabsahan foto potongan kaki ibu paru bayah tersebut yang diambil setelah terjadinya ledakan. Ahli medis menyimpulkan bahwa luka tersebut diakibatkan oleh alat peledak yang kuat yang ditanamkan di dalam tanah.
Amnesty International juga mendapatkan bukti foto ranjau yang lokasinya tidak jauh dari ledakan tersebut. Empat ledakan yang diduga berasal dari ranjau juga terjadi minggu ini di sebuah jalan yang sibuk di sebuah perkampungan di Myanmar di dekat wilayah perbatasan. Ledakan tersebut melukai dua anak yang berumur antara 10 dan 13 tahun serta membunuh satu orang dewasa.
Salah satu warga Rohingya yang bersembunyi di dekat wilayah penyebrangan tersebut mengatakan bahwa dia dan beberapa orang lainnya menemukan minimal enam ranjau yang ditanam di daerah perbatasan tersebut.
Warga Rohingya tersebut mengambil resiko berbahaya dengan membersihkan dua ranjau di wilayah tersebut untuk melindungi warga Rohingya lainnya. Berdasarkan analisis tim ahli senjata Amnesty International, satu dari dua ranjau tersebut berjenis PNM-1 yang didesign untuk menghancurkan tubuh lawan.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan bulan Juni tahun ini, Amnesty International mendokumentasikan bagaimana militer Myanmar dan kelompok militant di negara bagian Kachin dan Shan menanam ranjau anti-personel dan bahan peledak lainnya yang membunuh dan menghancurkan warga termasuk anak-anak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement