Kenapa begitu? Pertemuan Menlu Retno Marsudi dengan Aung San Suu Kyi merupakan bukti yang sangat jelas sekali bahwa hanya utusan pemerintah Indonesia-lah yang diterima oleh pemimpin Myanmar tersebut karena mereka sangat menyadari bahwa hubungan Indonesia-Myanmar sudah berlangsung puluhan tahun dengan mesra dan begitu baiknya. Myanmar adalah salah satu negara yang paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Selain itu Presiden Pertama Indonesia Bung Karno atau Soekarno mempunyai hubungan begitu akrab dengan para pemimpin negara itu.
Masyarakat bisa membantu Jika Menlu Retno Marsudi harus bolak balik dari Jakarta ke Myanmar dan juga Bangladesh maka sebaiknya masyarakat di Tanah Air juga perlu mengambil langkah-langkah konkret atau nyata untuk mengatasi persoalan sangat rumit ini sehingga tak hanya langkah diplomatik Kemlu RI yang akan berhasil secara konkret atau nyata tapi juga uluran tangan seluruh lapisan rakyat Indonesia.
Warga Kota Bandung, Jawa Barat yang dipimpin Wali Kota Ridwan Kamil langsung mengulurkan tangan dengan mengajak warganya untuk mengumpulkan sumbangan dan hingga warga kota ini sedikitnya sudah mengumpulkan tidak kurang dari Rp1,7 miliar. Ridwan Kamil yang akrab dengan sapaan Kang Emil berhasil meluruhkan hati sejumlah anak Indekos untuk mengurangi uang makan mereka yang kemudian disisihkan sebagai sumbangan bagi saudara-saudara mereka yang sedang menderita lahir bathin itu.
Apabila warga Bandung saja dengan ikhlas dan sukarela menyisihkan sebagian kecil anggaran rutin mereka misalnya uang makan untuk disampaikan kepada sesama saudara mereka mengapa sebagain penduduk di Tanah Air seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Medan dan berbagai kota besar lainnya tak menempuh langkah sjenis?.?Persoalan Rohingya ini kemungkinan besar tak akn selesai dalam waktu satu hari, satu minggu atau satu bulan. Akan tetapi jika sebagian saja dari sekitar 252 juta orang Indonesia mau benar-benar membantu saudara-saudara mereka terutama sebagai sesama ummat Islam maka tentu dapat dibayangkan betapa besarnya bantuan atau solidaritas warga Indonesia yang bisa diberikan kepada orang-orang Rohingya yang sedang mengalami penderitaan lahir dan bathin.
Hingga detik ini, yang paling sering terdengar adalah begitu banyaknya unjuk rasa atau demonstrasi yang dilancarkan oleh berbagai kelompok masyarakat di Jakarta dan kota-kota lainnya di Tanah Air. Unjuk rasa ini kemungkinan besar bisa dianggap sebagai tekanan politis dari warga di sini terutama terhadap pemerintah Myanmar. Akan tetapi jika tekanan dilomatik dan politis itu dibarengi dengan bantuan kemanusiaan mulai dari makanan seperti beras, mi instan, pakaian, buku tulis yang dilengkapi degan pensil dan pulpen maka tentu semua pemimpin pemerintahan Myanmar akan sadar bahwa tekanan dari Indonesia tak hanya dari pemerintahaan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla beserta jajaran Kabinet Kerja tetapi juga segenap lapisan masyarakatnya.
Saat ini, Wapres Jusuf Kalla sedang berada di Kazakhstan untuk menghadiri Konferensi Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI yang disebut-sebut tema utamanya adalah kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau iptek. Akan tetapi karena orang-orang Rohingya itu beragama Islam maka tentu tidak bisa dikesampingkan sidang OKI tersebut juga akan membahas persoalan rumit atau pelik ini.
Upaya menekan Aung San Suu Ki dan pemerintahan militer Myanmar tentu tidak bisa hanya diserahkan kepada Jokowi dan Jusuf Kalla semata karena dukungan masyarakat luas terhadap pemerintah Indonesia akan memperlihatkan bukti nyata kepada penguasa Mynmar bahwa semua lapisan masyarakat di Tanah Air tidak pernah main-main dalam ikut aktif menyelesaikan krisis kemanusiaan ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement