10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Ketum ISEI Sebut Ketahanan Ekonomi RI Terbaik di Dunia
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menggelar Kongres ISEI XXII yang berlangsung pada 19 - 20 September 2024 di Hotel Alila, Solo.
Dalam pembukaan kongres, Ketua Umum PP ISEI, Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia selama 10 tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo tetap kuat dan termasuk yang terbaik di dunia.
"ISEI memandang bahwa ketahanan ekonomi Indonesia selama ini 10 tahun terakhir bahkan 5 tahun terakhir sangat kuat, termasuk yang terbaik di dunia," kata Perry di Solo, Kamis (19/9/2024).
Baca Juga: Buka Kongres ISEI XXII, Jokowi Minta ISEI Rancang Strategi Taktis Hadapi Tantangan Perekonomian
Dalam 10 tahun terakhir, Perry menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap stabil antara 5,1% pada periode 2013-2017 dan mengalami peningkatan yang signifikan menjadi 5,2% pada tahun 2018.
"Pada kesempatan ini dapat kami sampaikan sesuai dari tabel-tabel ini. Apabila kita melihat perekonomian Indonesia dalam 10 tahun terakhir rata-rata pertumbuhan kita itu di atas 5%," imbuhnya.
Selanjutnya, pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi turun menjadi 5% dan mengalami penurunan drastis menjadi minus 2,1% akibat pandemi Covid-19. Namun, ekonomi mulai pulih dengan pertumbuhan 3,7% pada 2021, 5,3% pada 2022, 5% pada 2023, dan 5,1% pada 2024, sebelum mencapai 5,2% pada 2025.
"Tapi kemudian Covid itu pun juga meskipun terjadi negatif masih juga yang terendah di dunia. Terus cepat pulih dan insya Allah pada tahun ini bisa 5,1% dan tahun depan insya Allah bisa 5,2% dan lebih tinggi," tuturnya.
Selain itu, Perry mengungkapkan, faktor kesejahteraan perekonomian salah satunya inflasi. Selama 10 dekade sebelumnya, inflasi mengalami kenaikan menyentuh angka 10 persen.
"Lebih dari 10 tahun lalu inflasi itu sangat tinggi, bahkan pernah 10%, 8%, tapi selama 10 tahun ini turun dari 5% dan sekarang pun itu sekitar 2%. Inflasi sangat penting dijaga rendah karena kesejahteraan di situ," paparnya.
Lebih lanjut, Perry menyampaikan Defisit transaksi berjalan, sebelum 2013 lebih dari 3%, sehingga menyebabkan terjadi gejolak pasar karena terlalu tinggi. Tapi dengan hilirisasi, peningkatan kinerja ekspor, sekarang defisit transaksi besar dibalik menjadi surplus.
Baca Juga: Akselerasi Ekonomi Keuangan Syariah Wilayah Jawa, BI Luncurkan Tiga Program Inovatif
"Dari bagaimana reformasi struktural dengan bauran kebijakan nasional yang dibawah arahan Bapak Presiden menitik berahkan pada aspek pembangunan, infrastruktur, hilirisasi, digitalisasi dan dukungan kepada UMKM, sehingga fondasi ekonomi tidak hanya kuat tapi dari sisi penawaran supply side juga berkembang," terangnya.
Perry menegaskan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, defisit fiskal tetap terjaga dengan baik untuk mendukung indikator pembangunan di Indonesia, termasuk penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Angka pengangguran, menurut Perry, turun dari 5,8% pada 2013 menjadi 5,4%, sedangkan tingkat kemiskinan menurun dari 11% menjadi 9,4% pada 2023.
"Saat ini menunjukkan bahwa fondasi ekonomi dan framework kebijakan makro ekonomi dan sistem yang sangat kuat. Bagaimana koordinasi fiskal dan moneter dengan stabilitas memastikan bahwa ekonomi stabil dan agarnya bisa tumbuh," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement