Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate hari ini (3/11/2017), mengungkapkan bahwa kurs rupiah menyentuh posisi Rp13.500 per dolar AS, terapresiasi 0,46% atau 62 poin dari posisi Rp13.562 pada Kamis (2/11/2017).
Menanggapi hal itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS berasal dari perkembangan situasi di AS seperti rencana pemotongan pajak dan pemilihan pimpinan bank sentral AS. "Kita kan ikuti ada pelemahan dan sekarang penguatan, itu perkembangan dari AS juga," ujar Agus di kompleks perkantoran BI, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Selain itu, rencana kenaikan suku bunga acuan the Fed (Fed Fund Rate/ FFR) yang diperkirakan akan dilakukan di Desember 2017 juga sangat mempengaruhi mata uang dunia, termasuk Rupiah.
"Di Desember kelihatannya the Fed akan naik dan di 2018 juga ada beberapa kali kenaikan interest rate. Kita berharap ada komunikasi yg baik sehngga dunia bisa memahami agar tidak ada kejutan yang bisa membuat ketidakpastian di dunia," jelasnya.
Untuk diketahui kurs dolar melemah terhadap mata uang lainnya pada akhir perdagangan Jumat (3/11/2017) pagi WIB karena para pelaku pasar mencerna pengumuman terbaru tentang reformasi pajak.
Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Kamis (2/11/2017) meluncurkan Rancangan Undang-Undang yang telah lama dinanti untuk merombak kode pajak AS dalam beberapa dasawarsa, dengan memotong secara signifikan pajak penghasilan individual dan perusahaan.
RUU ini akan mengurangi jumlah bracket pajak pendapatan pribadi dari tujuh menjadi empat, sekaligus mempertahankan tingkat pajak penghasilan individual tertinggi sebesar 39,6 persen. Ini juga akan memotong tarif pajak penghasilan badan menjadi 20 persen dari 35 persen.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump pada Kamis (2/11/2017) mengumumkan pencalonan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell sebagai Ketua the Fed menggantikan Janet Yellen yang masa jabatannya berakhir pada Februari.
Nominasi Powell untuk memimpin bank sentral AS secara luas dianggap sebagai "pilihan yang aman" bagi pemerintahan Trump karena ia memiliki pandangan yang sama dengan Yellen dalam hal pendekatan kebijakan moneter serta keterbukaan terhadap deregulasi yang didukung oleh pemerintahan Trump.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement