Nelayan di berbagai daerah memerlukan jaminan bantuan dan perlindungan yang pasti dari pemerintah guna mengatasi dampak perubahan iklim.
"Perlindungan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam pada masa bencana ini sangatlah dibutuhkan dalam upaya membantu mereka," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/11/2017).
Dia mencontohkan bencana banjir besar yang menerjang pemukiman masyarakat pesisir di Kabupaten Lombok Timur, Nusa tenggara Barat sejak 18 November.
Untuk itu, ujar dia, perlindungan bagi masyarakat pesisir mutlak dibutuhkan masyarakat, termasuk bantuan terhadap usaha perikanan dan pergaraman rakyat yang rusak akibat banjir yang disebabkan tingginya intensitas hujan ini.
"Akses jalan dan jembatan terputus, beberapa rumah nelayan pun rusak dan ambruk. Nelayan di lokasi terjadinya bencana telah mengungsi," paparnya.
Untuk itu, Kiara kembali mengingatkan pemerintah untuk secara maksimal memberikan upaya kebertahanan bagi masyarakat di tengah bencana.
Selain itu, Susan menuturkan, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat perlu hadir dalam upaya pemulihan usaha perikanan dan pergaraman masyarakat yang rusak akibat banjir, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 7 tahun 2016.
Sebelumnya, pengamat kelautan dan perikanan Abdul Halim menginginkan pemerintah dapat mempercepat pelaksanaan penyaluran asuransi bagi nelayan karena hingga kini baru sekitar 55 persen nelayan kecil yang telah menerimanya.
Menurut kajian yang dilakukan Abdul Halim, hanya 55,4 persen nelayan kecil yang telah menerima asuransi pada 2016-2017.
Abdul Halim mengingatkan UU No. 7 Tahun 2016 memiliki salah satu amanah yaitu memastikan perlindungan risiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan usaha pergaraman bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam.
Dia memaparkan, mengacu pada Pasal 30 ayat (6) UU No 7/2016, perlindungan atas risiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan usaha pergaraman diberikan dalam bentuk asuransi perikanan atau asuransi pergaraman untuk kecelakaan kerja dan asuransi jiwa untuk kehilangan jiwa.
Abdul Halim yang menjabat Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities itu berpendapat, di tengah pelbagai ancaman ketidakpastian usaha, asuransi jiwa dan asuransi perikanan dinilai bisa menjadi jaminan atas risiko usaha yang tengah dijalankan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement