Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus merugi dalam beberapa tahun terakhir. Defisit anggaran dari perusahaan pelat merah itu terbilang sangat fantastis. Mulai dari Rp3 triliun pada 2014 dan membengkak hingga Rp9 triliun pada 2017. Bahkan, bila terus dibiarkan tanpa ada upaya solutif maka BPJS Kesehatan diproyeksikan merugi Rp12 triliun pada 2018.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sulselbartra dan Maluku I Made Puja Yasa mengungkapkan penyebab defisit anggaran adalah ketidaksesuaian antara iuran dan pelayanan kesehatan. Besaran iuran tidak logis bila merujuk pada pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk setiap pasien yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Selisih itu membuat defisit anggaran membengkak.
"Defisit anggaran (BPJS Kesehatan) terjadi sejak 2014 sebesar Rp3 triliun hingga saat ini (Rp9 triliun pada 2017). Bahkan, diperkirakan mencapai Rp12 triliun pada 2018. Itu terjadi karena besaran iuran yang tidak sesuai dengan hitung-hitungan aktual," kata I Made di Makassar, belum lama ini.
I Made mencontohkan iuran untuk peserta BPJS Kesehatan kelas III idealnya berkisar Rp50 ribu. Tapi, pemerintah memutuskan besaran iuran hanya Rp25.500. Dengan jumlah kepesertaan yang semakin banyak dari waktu ke waktu, selisih itu mengakibatkan perusahaan mengalami defisit anggaran yang semakin membengkak.
Menurut I Made, perlu ada upaya solutif guna memastikan BPJS Kesehatan tidak lagi mengalami kerugian besar pada masa mendatang. Beragam upaya telah dilakukan di antaranya optimalisasi penerapan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN.
"Dalam regulasi itu, diatur bahwa program JKN bukan hanya tanggung jawab BPJS Kesehatan, tapi juga sejumlah kementerian dan pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten. Itulah yang perlu didorong," ujarnya.
Solusi lain, I Made mengungkapkan pemerintah menyiapkan skema penggunaan pajak alias dana cukai rokok untuk menutupi defisit anggaran BPJS Kesehatan. Diperkirakan 50-75 persen pajak cukai rokok dialokasi untuk biaya kesehatan atau diperkirakan setara Rp5 triliun. Nominal itu memang belum bisa menutupi keseluruhan, tapi dinilai cukup efektif menutupi kerugian BPJS Kesehatan.
"Selanjutnya, ada utang pemerintah daerah sekitar Rp1,3 triliun. Sisanya, akan dipikirkan bersama agar ke depannya tidak ada lagi defisit," pungkas I Made.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement