Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fokus Infrastruktur di Setengah Jalan Pemerintahan Jokowi

Fokus Infrastruktur di Setengah Jalan Pemerintahan Jokowi Pekerja menggarap pembangunan gedung bertingkat, di Jakarta, Jumat (13/10). Tim Ekonom Bank Mandiri mencatat, jumlah pekerja yang ada di sektor konstruksi tahun 2017 ini mengalami penurunan sebanyak 500 ribu orang. Hal tersebut terlihat dari jumlah pekerja di sektor konstruksi yang turun dari 7,7 juta orang pada 2016 menjadi 7,2 juta orang pada kuartal I-2017. | Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menjelang berakhirnya 2017, kerja Presiden RI Joko Widodo justru makin intens, seolah-olah tidak ada hari esok untuk membenahi berbagai persoalan ekonomi. Berbagai agenda peninjauan pembangunan infrastruktur, peresmian proyek, maupun pembagian sertifikat tanah di berbagai daerah menjadi agenda rutin Presiden menjelang akhir tahun.

Presiden sadar betul pembenahan infrastruktur tersebut menjadi salah satu kunci untuk perbaikan ekonomi pada masa datang karena bisa menurunkan biaya logistik tinggi. Salah satu fokus utama pemerintah dalam pembangunan infrastruktur saat ini adalah penyelesaian Tol Transjawa dari Merak hingga Banyuwangi sepanjang 1.167 kilometer.

Untuk itu, Presiden memastikan setiap bulan akan ada peresmian tol dalam ruas Transjawa agar proyek infrastruktur ini cepat selesai.

"Memang target kita akhir 2019 harus tersambung," kata Jokowi setelah acara peresmian Tol Surabaya Mojokerto seksi 1B, II, dan III di pintu Tol Waru Gunung Surabaya, Jawa Timur, Selasa (19/12/2017).

Dari target sepanjang 1.167 kilometer baru sepanjang 561 kilometer Tol Transjawa yang sudah beroperasi. Presiden merasa optimistis target penyelesaian itu dapat tercapai dalam 2 tahun.

"Masih separuhnya. Oleh sebab itu, selama 2 tahun ini memang kita harus bekerja keras menyelesaikan sisanya," kata Jokowi.

Tidak hanya Tol Transjawa, tetapi proyek pembangunan infrastruktur di luar Jawa juga akan diselesaikan dalam waktu cepat untuk menyambung konektivitas. Beberapa di antaranya Tol Transsumatera, Tol Manado-Bitung, serta Tol Balikpapan-Samarinda yang sudah memasuki tahapan konstruksi dan juga ditargetkan selesai pada tahun 2019.

Presiden memastikan upaya untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur menjadi penting karena menyangkut daya saing produk-produk Indonesia dan daya saing Indonesia terhadap negara lain.

"Kalau stok infrastruktur kita masih rendah, kemudian stok infrastruktur negara lain lebih tinggi, artinya kita kalah bersaing, dan produk kita pasti lebih mahal," tegasnya.

Percepatan pembangunan infrastruktur ini juga terlihat dari realisasi APBN-P 2017 yang sebagian besar telah dimanfaatkan dan diwujudkan dalam pembangunan serta program prioritas pemerintah. Hingga 15 Desember 2017, penyerapan belanja pemerintah telah mencapai Rp1.132,3 triliun atau 82,8 persen dari pagu yang dimanfaatkan untuk jalan baru sepanjang 611 kilometer, tol 24,5 kilometer, dan jembatan 6.110 meter.

Proyek tiga bandara juga siap dioperasikan, yaitu di Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat. Delapan bandara lainnya sedang dalam pembangunan. Selain itu, realisasi pembiayaan melalui penarikan pinjaman proyek sebesar Rp32 triliun telah dimanfaatkan untuk pembangunan jalan bypass di Padang dan perluasan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan Fase 1.

Keseluruhan realisasi tersebut, belum mencakup pembangunan 78 proyek strategis nasional yang dibiayai melalui BUMN maupun proyek lainnya yang dibiayai melalui skema KPBU.

Tidak Hanya Infrastruktur

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pelaksanaan belanja prioritas yang terkait dengan pembangunan infrastruktur pada tahun 2017 telah berlangsung dengan baik. Sri Mulyani mengatakan bahwa penyerapan belanja pemerintah melalui belanja modal, transfer ke daerah maupun dana desa telah didukung oleh fundamental ekonomi yang baik.

Pertumbuhan ekonomi tercatat lebih baik karena didukung oleh stabilitas harga, tingkat inflasi, maupun nilai tukar kurs yang stabil sepanjang 2017. Meski demikian, kata dia, realisasi belanja pemerintah ini tidak hanya dimanfaatkan untuk pembenahan infrastruktur fisik, tetapi juga infrastruktur sumber daya manusia dan sosial.

Realisasi APBNP telah digunakan untuk 16,4 juta siswa yang mendapatkan Kartu Indonesia Pintar, 7,5 juta siswa yang mendapatkan bantuan operasional sekolah, dan 1,2 juta keluarga yang mendapatkan bantuan pangan nontunai.

Selain itu, 364,4 ribu mahasiswa mendapatkan beasiswa dari Program Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi dan 91,7 juta masyarakat mendapatkan manfaat dari Program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat. Berikutnya, sebanyak 5,99 juta keluarga menjadi penerima manfaat melalui penyaluran Program Keluarga Harapan dan 14,2 juta keluarga ikut menerima bantuan subsidi pangan.

Pemerintah juga memberikan perhatian kepada pembangunan dan pengadaan alat utama sistem persenjataan dan alat material khusus seperti kapal apung, kapal perang, kapal latih, serta kendaraan tempur di TNI/Polri.

"Secara umum, realisasi APBNP terus dilakukan secara maksimal oleh pemerintah untuk mencapai target, serta mewujudkan kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat," ujar Sri Mulyani.

Keadilan Sosial

Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang baik dan tepat sasaran dapat meningkatkan potensi perekonomian Indonesia agar lebih tumbuh sesuai dengan potensinya.

Ketua Program Studi S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Abdul Azis memastikan pembangunan infrastruktur harus mampu meningkatkan mobilitas tenaga kerja dan mengurangi biaya industri. Menurut dia, infrastruktur sosial, seperti rumah sakit dan sekolah serta infrastruktur fisik, seperti jaringan energi, air, transportasi, dan komunikasi digital, menjadi bagian penting dalam ekonomi modern.

Walaupun demikian, investasi dalam infrastruktur yang berlebihan justru akan memberikan kontribusi yang negatif bagi pembangunan dan bisa menghambat pertumbuhan. Misalnya, biaya ekonomi tinggi yang muncul ketika proyek berjalan dan tidak diprediksikan sebelumnya, atau tidak sinkronnya infrastruktur dengan kebutuhan lokal dan tujuan jangka panjang.

Untuk itu, Abdul menyarankan kebutuhan infrastruktur tersebut harus selaras dengan perencanaan jangka panjang dan kebijakan pembangunan serta kebutuhan daerah.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memandang perlu Pemerintah menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan instrumen keadilan sosial dan tidak hanya sekadar pembangunan fisik.

Oleh karena itu, dia mengharapkan Pemerintah tidak hanya sibuk meresmikan proyek tol yang hanya diakses oleh kelompok tertentu, tetapi juga meresmikan proyek infrastruktur sosial lainnya.

"Kalau hanya meresmikan tol, seolah hanya berpihak pada masyarakat yang punya akses ke tol. Infrastruktur sebagai instrumen keadilan sosial kurang kuat. Presiden bisa lebih sering meresmikan proyek rumah sosial atau bendungan," ujarnya.

Selain itu, penyediaan infrastruktur seharusnya tidak hanya menggerakan roda perekonomian, tetapi juga melahirkan budaya baru yang positif bagi kemajuan masyarakat.

"Infrastruktur bukan hanya benda mati, melainkan juga soal kebudayaan. Membangun MRT dan LRT bisa menciptakan budaya baru, misalnya budaya tepat waktu," kata Burhanuddin.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri Sambodo mengingatkan bahwa infrastruktur ini harus bersinergi dengan pilar lainnya, yaitu sumber daya manusia, keuangan inklusif, dan tata kelola agar pembangunan yang adil dan makmur dapat terwujud. Empat pilar tersebut penting jika Indonesia ingin mencapai keunggulan daya saing yang tinggi, tanpa meninggalkan lapisan masyarakat miskin atau rentan miskin atau sektor usaha kecil.

"Tidak hanya bagi generasi sekarang, tetapi juga yang akan datang. Jika pemerintah abai terhadap prinsip-prinsip tersebut, sudah dapat dipastikan mesin pertumbuhan ekonomi lambat laun akan meredup," katanya.

Optimisme pada 2018

Dalam menghadapi 2018 yang disinyalir merupakan tahun politik, kinerja ekonomi seharusnya dapat makin meningkat seiring dengan realisasi pembangunan infrastruktur. Daya tahan ekonomi Indonesia telah terbukti memadai ketika berkali-kali berhadapan dengan ketidakpastian ekonomi pada tahun-tahun berlangsungnya pemilihan umum.

Kondisi eksternal ikut memberikan optimisme atas posisi tawar Indonesia yang makin baik pada tahun 2018 karena adanya perbaikan posisi daya saing, kemudahan berbisnis, dan peringkat negara tujuan investasi. Kado akhir tahun dari lembaga pemeringkat Fitch yang telah menaikkan peringkat utang Indonesia serta bursa saham yang mencatatkan rekor 6.355,65 bisa menjadi modal berharga untuk mendorong ekonomi lebih tinggi.

Melalui berbagai pembenahan di sektor infrastruktur, perbaikan kinerja di konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor juga dapat terjadi dengan sendirinya.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo merasa optimistis kondisi perekonomian pada tahun 2018 akan lebih stabil dan baik setelah situasi perekonomian pada periode sebelumnya sedikit mengalami guncangan. Ia mengharapkan momentum perbaikan ekonomi global yang disertai dengan membaiknya harga komoditas serta meningkatnya nilai perdagangan internasional dapat dimanfaatkan untuk mendorong kinerja perekonomian.

"Kalau sudah terjadi transformasi, kepercayaan dunia bisa makin meningkat dan penilaian kepada Indonesia makin positif seperti yang terjadi pada tahun 2017. Jadi, saya rasa kita makin optimis," kata Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: