Gerak langkah CSR di 118 BUMN harus lebih digenjot agar manfaat dan gaungnya semakin meningkat. Sinergi pelaksanaan program CSR diharapkan akan lebih membuat setiap program menjadi lebih efektif dan efisisien serta menuai dampak positif bagi lingkungan.
Terpaan ombak tinggi di Laut Banda akan mengocok perut siapapun penumpang kapal yang bertolak dari Pulau Halmahera di Kabupaten Maluku Barat menuju Pulau Liran. Perjalanan memakan waktu delapan jam menuju pulau terluar yang berbatasan dengan Timor Leste. Penumpang yang tidak terbiasa naik perahu dipastikan akan mabuk laut karena dahsyatnya kocokan ombak. Namun, itu tidak berlaku bagi Rini Soemarno. Sang Menteri BUMN tetap fit sampai tujuan. Namun, ada beberapa staf dan direksi BUMN yang menyertai tidak tahan dengan kocokan ombak tadi.
Apa yang dilakukan Rini Soemarno di Pulau Liran? Mantan Chief Executive Officer PT Astra International ini tengah menjalankan misi mulia, yakni mengunjungi pulau terluar Indonesia dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun ke-72 tahun Republik Indonesia. Di pulau yang berpenduduk 1.118 jiwa ini, selain menggelar upacara bendera saat 17 Agustus, ia juga meresmikan pengoperasian base transceiver station (BTS) milik jaringan Telkomsel, anak usaha PT Telkom Indonesia. Dengan kehadiran BTS tersebut, warga Pulau Liran tidak lagi terisolasi. Di pulau itu pula, serangkaian bantuan diberikan, seperti renovasi rumah, sekolah, gereja dan elektrifikasi rumah warga, sekolah dan jalan, pembangunan sumur bor dan MCK.
“Banyak yang bertanya ke saya, mau ngapain, sih, Ibu melakukan ini semua,” ujar Rini Soemarno menirukan komentar para direksi BUMN di acara Indonesia Corporate Social Responsibility (CSR) Expo 2017 yang digelar Majalah Warta Ekonomi di Balai Kartini, Jakarta, 18—20 Agustus 2017. Tujuannya simpel, ujarnya, yakni agar para direksi dan pegawai BUMN itu merasakan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum beruntung dan membutuhkan pertolongan. Itu pula yang mendorong para direksi BUMN untuk turut membantu masyarakat yang kurang beruntung tadi melalui program CSR BUMN. Bagi Rini, yang namanya CSR bukan sekadar bagi uang serta bikin program ini itu, tapi lebih bagaimana memberdayakan masyarakat.
Ia mengambil contoh warga masyarakat di Pulau Liran yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan akan diberdayakan sehingga bisa lebih maju dari sisi perekonomian. Itu pula yang menjadi sebab digulirkannya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di Kementerian BUMN. Program PKBL ini menjadi payung bagi pelaksanaan program CSR di 118 BUMN. Sinergi sejumlah BUMN dalam menyelenggarakan program CSR ini paling terasa saat arus mudik Lebaran 2017, ketika semua berjalan lancar dan banyak warga bisa pulang kampung dengan transportasi gratis yang disediakan oleh BUMN, termasuk untuk para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, Hongkong, Malaysia dan Singapura.
Antara Sinergi & Holding BUMN
Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 88 menyatakan, “BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat di sektir BUMN.” Kementerian BUMN menetapkan 2% dari hasil laba bersih disisihkan untuk urusan CSR. Agar gerak langkah CSR di 118 BUMN ini menjadi lebih terasa dari sisi gaung dan manfaatnya, Kementerian BUMN mencoba membangun sinergi PKBL BUMN Hadir Untuk Negeri. Sinergi pelaksanaan program CSR ini diharapkan dapat membuat setiap program menjadi lebih efektif dan efisisien serta memberi dampak positif bagi lingkungan di sekitar BUMN. Maklumlah, kalau dana CSR BUMN itu dikumpulkan, bilangannya jadi lumayan besar.
Ambil contoh, 2 BUMN dengan laba terbesar 2015 terkumpul dana sekitar Rp2,5 triliun untuk CSR. Bisa dibayangkan kalau dana itu dikelola secara tepat dan sesuai sasaran, tentu, akan menghasilkan program CSR BUMN yang sangat nyata dan terasa bagi masyarakat. Ketika dana CSR ini diposisikan sebatas program charity, tidaklah heran apabila respon yang terbangun di masyarakat adalah bantuan permodalan berupa hibah yang tidak perlu dikembalikan. Padahal, besutan awal program CSR PKBL berupa bantuan pinjaman dan diwajibkan membayar cicilan alias dikembalikan. Tidaklah heran pula apabila sempat muncul kekhawatiran kredit macet dari PKBL ini terhadap BUMN dan usaha mikro.
Sinergi BUMN menjadi kata kunci dalam pengelolaan dana CSR BUMN tersebut. Kementerian BUMN disarankan untuk membuat grand strategy PKBL agar tepat sasaran. Bukan hanya dalam hal pengelolaan dana CSR saja, BUMN itu perlu disinergikan. Cakupan bisnis yang digarap 118 BUMN ini pun perlu ditata kembali dan disinergikan. Menurut Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Toto Pranoto, proses sinergi BUMN ini berjalan tersendat. Ia menilai alternatif strategi melalui langkah konsolidasi BUMN baru efektif di holding Semen Indonesia dan Pupuk Indonesia. “Sementara itu, belum terlihat hasil optimal di holding BUMN sektor pertanian dan kehutanan,” tulisnya (lihat tulisan: “Arah Strategis BUMN”).
Salah satu contoh sinergi BUMN terlihat ketika Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN sepakat membangun jaringan ATM bersama. Langkah ini sudah barang tentu akan mengefisienkan pos belanja mesin ATM dan memangkas sewa jaringan sistem pembayaran. Sinergi-sinergi seperti inilah yang masih terus akan dibangun oleh BUMN. Perihal pembentukan holding naik daun kembali manakala mencuat pemberitaan rencana divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia. Rencananya, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan membentuk holding BUMN pertambangan, yakni rumah bagi PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Inalum.
Menurut Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius K. R., dari rencana enam holding yang akan dibentuk, holding sektor pertambangan merupakan yang paling siap direalisasikan. Sementara itu, lima holding lainnya (migas, perbankan & jasa keuangan, konstruksi & jalan tol, perumahan, pangan) masih dalam proses. Yang menjadi sorotan media massa terkait rencana pembentukan holding BUMN pertambangan ini, apakah memang holding BUMN ini nantinya sanggup mengelola lahan PT FI dan ketersediaan dana untuk membeli sekitar 42% saham. Sebelum ini, Pemerintah RI memiliki 10% saham di PT FI. Harap maklum karena dana untuk belanja 42% saham PT FI tadi gede sekali, sekitar Rp88 triliun sebagaimana terkuak di media massa.
Menteri BUMN Rino Soemarno optimistis Pemerintah RI melalui holding BUMN pertambangan yang akan dibentuk sanggup menyerap divestasi saham PT FI dan mengelola bekas tambang tersebut. Kementerian BUMN pun sudah menyampaikan surat pernyataan berminat untuk menyerap divestasi saham PT FI kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sayangnya, jalan menuju pembentukan holding BUMN yang diyakini akan membuat sinergi BUMN menjadi lebih kuat dan mampu menjadi pemain kelas dunia seperti Temasek Holding (Singapura) dan Khazanah Nasional (Malaysia), masih belum mengantongi restu dari Komisi VI DPR RI.
Komisi VI DPR RI masih mengotak-atik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). PP ini merupakan landasan pijak pembentukan holding BUMN. Dewan condong memilih gagasan membangun sinergi antar-BUMN ketimbang melakukan holding. Semisal, sinergi antara PT PLN dan BUMN Karya dalam membangun infrastruktur kelistrikan. Lalu, Kementerian PUPR dan BUMN Karya dalam membangun infrastruktur.
Belum menyatunya visi antara usulan Kementerian BUMN yang ingin membentuk holding BUMN dan pemikiran Komisi VI DPR RI yang condong ke sinergi antar-BUMN, memang perlu ditengahi dengan komunikasi politik yang mengedepankan kepentingan publik, dalam hal ini bangsa dan negara. Maklumlah, sampai saat ini, komunikasi politik antara keduanya masih belum cair. Hal itu terlihat dari setiap rapat kerja yang membahas BUMN akan diwakili Kementerian Keuangan. Komunikasi politik ini sepertinya yang menjadi kendala guna menyamakan persepsi kedua belah pihak.
Di luar isu pembentukan holding, BUMN masih belum maksimal dalam menorehkan kinerja yang moncer, mau diapakan? Memang, banyak sebab yang membuat kinerja BUMN-BUMN tadi masih berdarah-darah dari sisi keuangan. Alasannya bisa karena salah urus atau karena ada penugasan negara ke BUMN tersebut (public service obligation/PSO). Menurut Toto Pranoto, BUMN dengan tingkat kesehatan finansial yang jeblok dan kontribusi ke masyarakat (social values) juga kecil, sebaiknya dibuang ke laut alias dilikuidasi saja. Atau, BUMN diserahkan ke kementerian teknis untuk mengurusnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: