Berbekal kekuatan memahami kebutuhan audiens, ANTV mentransformasi diri menjadi stasiun televisi entertainment yang menempati pangsa pasar teve tertinggi saat ini. Strategi apa yang dipakai ANTV membalik dari teve underdog menjadi jawara?
Kejadian pada 2001 seperti tidak pernah dilupakan Anindya Novyan Bakrie. Pada waktu itu, ia ditelepon sang ayah yang tak lain adalah pengusaha Aburizal Bakrie untuk segera balik ke tanah air. Padahal, pria jebolan Stanford Graduate School of Business, California ini sedang menikmati bekerja di Salomon Brother di Wall Street, Amerika Serikat.
“Kapal lagi berat nih, kamu mesti segera pulang ke Indonesia,” ujar putra sulung Ical menirukan omongan sang ayah pada waktu itu. Mau tak mau, ia kembali ke tanah air. Anin, begitu ia kerap disapa, bikin perjanjian dengan keluarga. Keluarga memberi keleluasaan untuk melakukan transformasi menyeluruh atas perusahaan (keluarga) yang dikelolanya.
Kondisi perusahaan-perusahaan yang tersedia boleh dibilang sedang babak belur atau ‘kapal lagi berat’. Perusaan yang dipilih PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan Bakrie Telecom. Belakangan, perusahaan telekomunikasi dilepas pihak lain, dan konsen ke teve. Alasanya, untuk mengembangkan teve, modalnya nggak sebesar telekomunikasi, teve butuh kreativitas.
Apesnya, kondisi ANTV ketika itu sedang dititik nadir alias di ambang kebangkrutan. Kalau di Amerika Serikat, perusahaan yang masuk Chapter 11. Para kreditor yang diwakili Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ketika itu nyaris menjatuhkan vonis membangkrutkan stasiun teve itu.
Sebagai anak muda yang masih belum berpengalaman berurusan dengan para kreditor, Anin hanya bisa mengatakan kondisi perusahaan sedang tidak baik. Ia mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga agar seluruh utang kepada kreditur yang unsecured dapat dikonversi menjadi saham dan penjadwalan kembali (reschedule) pembayaran seluruh utang dagang.
“Alhamdulilah, para kreditur menyambut positif dan menyetujui usulan PKPU tersebut yang dituangkan dalam Perjanjian Perdamaian. Dengan demikian, ANTV bisa lebih berkonsentrasi memperbaiki kinerja keuangan perseroan,” ujar Anin.
Kapal ANTV yang nyaris tenggelam pun bisa mengambang lagi. Tapi, untuk berlayar, tidak punya bahan bakar alias modal. Sebagai jebolan Stanford School Business, ia pantang menyerah untuk mencari jalan keluar. Berbagai upaya ia lakukan agar kapal ANTV tidak karam.
Pada Oktober 2005, Anin ketemu mitra potensial sekelas raja media Amerika Serikat dan Australia, Rupert Murdoch. Sekitar 20% saham ANTV senilai juta US$20 juta berpindah tangan ke Newscorp yang mengelola Star TV. Dengan masuknya figur besar, ekspektasi ANTV bakal melejit jadi teve nomor satu.
Kurun tiga tahun berlalu, tidak ada tanda-tanda perbaikan pangsa pasar audiens ANTV. Pangsa pasar audiens anjlok ke level 4%. Posisi itu menempatkan ANTV jadi teve dengan rating underdog. Newscorp pun angkat tangan dan melego lagi saham mereka. ANTV pun sendirian lagi. Tapi, di dalam teve itu, sejatinya ada ‘three musketeers’ yakni Anindya Bakrie, Erick Thohir, dan Otis Hahijary. Tiga anak muda inilah yang akhirnya putar otak agar ANTV bisa bangkit kembali.
“Knowing your audiens,” ujar Otis Hahijary, Director Viva Group yang membawahi ANTV dan tvOne. Itulah hukum utama berbisnis media televisi. Tapi, implementasi hukum utama itu tidak gampang. ANTV sudah tiga kali gonta-ganti segmen audiens mulai dari remaja, olahraga, lalu ke perempuan dan terus kedodoran. Untuk menajamkan siapa sesungguhnya pemirsa yang ingin disasar, riset data menjadi andalan.
Data Sosial Economic Classification (SEC) pun dibuka. Data SEC memiliki lima kategori, yakni Lower, Middle 2, Midle 1, Upper 2 dan Upper 1. Periode 2016 & 2017 secara mayoritas (78%) yang menguasai pasar dari kelompok Middle 2 hingga Upper 2. Di segmen antara itu, mayoritas merupakan pemirsa dengan gender perempuna (51,4%) dan lelaki (48,6%). Dari data seperti inilah, diputuskan bahwa ANTV merupakan teve entertainment dengan segmen perempuan dan keluarga.
“Pilihan segmen perempuan merupakan target yang paling mahal dan laku karena kaum female itu pengambil keputusan di keluarga,” ujar Otis Hahijaya. Sedangkan tvOne di-rebranding menjadi teve berita dengan segmen pasar kaum lelaki di kelas Upper 2 ke Upper 1. Sebagai teve berita untuk kaum lelaki maka acara olahraga di ANTV dimigrasi ke tvOne, seperti acara sepak bola. Dengan demikian, ANTV sudah tidak lagi memiliki acara olahraga dan konsentrasi sebagai entertainment teve dengan segmen perempuan dan keluarga.
Sejak rebranding ANTV seperti itu, pergerakan TV share merujuk hasil survei Nielcen TA All People (1 Januari—31 Oktober 2017) dari posisi paling bawah di level 4,5% (2001) terus bertumbuh hingga menjadi 15,2% (2017), sedikit dibawah RCTI yang menguasai 15,3%. Sedangkan saudara lelakinya, yakni tvOne, menduduki peringkat nomor satu sebagai teve berita dengan teve share sebesar 3,9% (2017), mengungguli Metro TV yang meraih 1,7%, Inews TV (1,7%), dan Kompas TV (1,4%).
Menurut Otis, dengan pemilihan segmen pasar yang tegas antara ANTV dan tvOne tersebut, tidak saling menggangu target audiens masing-masing ketika jualan ke calon pemasang iklan. Bahkan, dengan pemisahan segmen itu, justru memberi benefit berupa bundling tarif iklan di ANTV dan tvOne. Begitu juga sebaliknya, terhadap iklan produk dan jasa yang menyasar kaum lelaki bisa di-bundling ke target perempuan
Yang menjadi pertanyaan, pemilihan segmentasi kaum perempuan di kelas menengah juga menjadi target pilihan stasiun teve entertainment lainnya. Lalu, bagaimana ANTV mampu menyodok stasiun teve lainnya? Seperti dikatakan Otis Hahijary, kuncinya mengetahui siapa target audiens yang disasar. Setelah mengetahui siapa figur pemirsa dan membaca kebutuhan mereka, barulah dirumuskan program-program unggulan yang memenuhi kebutuhan target audiens.
Langkah awal ANTV ialah menghadirkan tayangan foreign serial, seperti Indian Series dengan andalan serial Mahabharata. Pilihan serial ini memiliki kedekatan budaya dengan pemirsa Indonesia. ANTV pun memilih bintang-bintang India di level menengah untuk menjadi pemeran di serial ini. Ini yang berbeda dari stasitun teve lain. Ketika ANTV mengimpor serial dari luar negeri, diberi sentuhan local content (down to earth) budaya Indonesia agar lebih dekat dengan pemirsa di dalam negeri. Bahkan, sampai urusan musik backgroundnya pun kental budaya Indonesia.
Strategi ANTV menghadirkan program foreign serial dengan lokalisasi content terbilang jitu. Respons pemirsa di dalam negeri pun membludak. Walhasil, rating foreign serial ANTV mendapat rating yang tinggi. Hal ini terlihat dari share untuk serial King Sulaiman yang memperoleh 22,8%, Mahabharata 21,6%, Jodha Akbar 18,4%, dan Navya 14,7%.
Selain foreign series India, ANTV juga mempopulerkan serial Turki. Alasan memilih serial Turki karena ada kedekatan emosional antara kedua negara. Salah satu bentuk kedekatan itu dari sisi bahasa. Kalau diteropong dari sisi social economic status, serial Turki condong ditonton pemirsa dari golongan menengah dan atas. Pada 2015, ANTV sudah menayangkan sepuluh serial Turki yang mendominasi market share lewat tiga judul serialnya, yakni Canzu & Hazel (peringkat 3,2), Shehrazat 1001 Malam (peringkat 2,7), Abda Kejayaan (peringkat 2,1).
Menurut Otis, ANTV tidaklah puas atas perolehan market tv share tertinggi di foreign series tersebut, tapi untuk menjaga loyalitas para pemirsa, pihak ANTV memakai 360? Communication Strategy, yaitu ANTV memberlakukan integrated strategy communication. Di bawah payung strategi inilah, ANTV mengkreasi acara off-air bertajuk “meet and greet” yang menghadirkan pemeran dari serial Mahabharata dan serial lainnya untuk berjumpa dengan para permirsa di sejumlah kota, di berbagai daerah. Responsnya luar biasa. Rata-rata hampir 30 ribu pemirsa membanjiri acara tersebut.
Guna menjaga loyalitas para fans serial di ANTV tersebut, agenda off air “meet and greet” tersebut digelar minimal dua minggu sekali di sejumlah kota di seluruh Indonesia. Program off-air ini walhasil menduduki rangking tertinggi dibanding program serupa stasiun teve lainnya. Prestasi ANTV yang mengukir torehan sejarah perusahaan adalah ketika menggelar drama musical Mahabharata Show yang jumlah pemirsanya lebih tinggi dibanding penonton sepakbola World Cup 2014 yang disiarkan tvOne.
Agar pemirsa nggak boring dengan menu ANTV, Otis Hahijary bersama tim mematok target setiap bulan ada satu program baru. Begitu pula dalam memilih program acara animasi kartun untuk target anak-anak, ANTV tidaklah berkiblat pada kartun produksi Amerika Serikat. Dipilihlah kartun terbaik dari Rusia, Perancis, atau produksi sendiri. Kreasi-kreasi segar seperti ini sudah barang tentu membuat ANTV yang sebelumnya di posisi si anak bawang dalam teve share, kini menjelma menjadi stasiun teve dengan peringkat tertinggi.
Sudah barang tentu, kenaikan teve share berdampak ke revenue perusahaan. Revenue Viva Group (ANTV & tvOne) selama semester pertama 2017 sebesar Rp1,3 triliun atau melonjak 9,1% dari periode yang sama pada 2016 yang membukukan Rp1,2 triliun. Kalau dilihat dari sisi persentase peningkatan, revenue ANTV tertinggi dibanding teve nonlisted company maupun teve yang listed company.
CEO Trans Media, Atiek Nur Wahyuni, mengakui persaingan di industri teve begitu ketat. Setiap stasiun berupaya unggul dari kompetitornya. Pelaku industri teve mahfum benar, sejatinya tidak ada pemirsa yang loyal pada satu stasiun teve, tapi mereka loyak terhadap program. “Jadi, persaingan tergantung pada kreativitas untuk membuat program yang disukai pemirsa,” ujar The Most Admired CEO 2017 versi majalah Warta Ekonomi yang membawahi Trans TV, Trans7, Detik.com, CNN Indonesia, CNN.com, Transvision.
Battle statisun teve berlangsung menit demi menit untuk menguber rating pemirsa atas program unggulan masing-masing. Setidaknya, silent transformation yang dilakukan The Three Musketeers (Anindya Bakrie, Erick Thohir, dan Otis Hahijary) sudah membuahkan hasil. Dua teve mereka berada di puncak rating. Tranformasi ditubuh Viva Group tidak hanya menjadikan ANTV dan tvOne hanya sebagai stasiun teve, tapi menjelma menjadi human talent company dan event orginizer company.
Silent transformation ANTV ini yang tidak terlacak sepenuhnya oleh teve pesaing mereka. Kata Anindya Bakrie, ANTV dan tvOne merupakan resillience competitor yang tidak begitu mudah untuk dikalahkan oleh rivalnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu