Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali mengatakan secara umum kondisi dunia usaha khususnya perdagangan di daerah setempat masih kondusif meski ada penutupan lima gerai jaringan pusat perbelanjaan Hardys.
Ketua Aprindo Bali Gusti Ketut Sumardayasa di Denpasar, Kamis (11/1/2018), mengimbau pelaku usaha ritel setempat untuk tidak panik melihat perkembangan jaringan bisnis salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Pulau Dewata itu.
Menurut dia, penutupan secara masif gerai Hardys tersebut bukan karena pengaruh ekonomi dan gaya berbelanja masyarakat saat ini yang serba cepat dalam jaringan atau "online".
"Kami perkirakan penutupan itu karena masalah internal manajemen yang sangat pelik," ucapnya.
Menurut Gusti, pertumbuhan ekonomi di Bali pada triwulan ketiga tahun 2017 mencapai 6,01 persen atau berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,06 persen.
Selain itu, konsumsi masyarakat dinilai cukup baik walaupun sempat mengalami penurunan di akhir tahun akibat pengaruh erupsi Gunung Agung yang bermuara pada pendapatan masyarakat yang dominan ditunjang dari sektor pariwisata.
Gusti menjelaskan, gejala-gejala permasalahan di internal Hardys, sebenarnya sudah mulai terlihat sejak pertengahantahun 2016 baik dari sisi kelengkapan barang dan permasalahan dengan pihak pemasok barang atau "supplier" dan perbankan.
Senada dengan Gusti, Sekretaris Aprindo Bali I Made Abdi Negara menilai masalah internal manajemen yang menyebabkan kondisi Hardys seperti saat ini.
Begitu juga dengan kondisi usaha ritel yang masih kondusif meski di tengah perlambatan ekonomi yang tidak sekencang beberapa tahun sebelumnya.
Kondisi penurunan daya beli masyarakat yang sempat terjadi di akhir tahun, lanjut dia, tidak serta merta dapat menimbulkan permasalahan skala besar seperti penutupan gerai tersebut.
Sektor perdagangan "online" yang sering dituding sebagai biang kerok penutupan lima gerai tersebut, menurut dia, bukan menjadi alasan karena secara nasional omzetnya tidak lebih dari 1,6 persen dari total omzet ritel nasional.
"Apalagi di Bali dengan segmentasi menengah ke bawah yang masih awam berbelanja 'online' pada barang-barang grosir," ucapnya.
Pengusaha yang kerap mengadakan lokakarya ritel itu mengharapkan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan manajemen baru yang saat ini diambil alih oleh PT Arta Sedana Retailindo.
Abdi juga mengharapkan pemerintah turun tangan dan segera melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pihak terkait, termasuk Aprindo Bali untuk menyikapi efek domino yang bisa saja terjadi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil