Pangsa Pasar Internet of Things (IoT) ditaksir mencapai US$11 triliun pada 2025. Belum banyak perusahaan yang mengoptimalkan IoT, padahal pemakaian IoT mampu meningkatkan pendapatan perusahaan di atas 15%.
Jika Anda pernah bekerja di perusahaan yang memproduksi barang, seperti pemanas dan pendingin ruangan, mesin cetak dimensi, atau mesin pemotong rumput, Anda mungkin sudah sadar dengan kehadiran aplikasi Internet of Things (IoT). Manfaat penggunaan IoT ternyata tidak hanya sebatas menghubungkan produk dengan internet dan mengumpulkan data, tetapi dengan teknologi mesin yang bisa belajar akan tercipta prediksi dari analisis data yang sedang dikerjakan. Akan tetapi, apabila Anda merupakan seorang CEO dari sebuah perusahaan manufaktur yang sudah sukses, mungkin akan muncul pertanyaan: apa pentingnya IoT bagi orang seperti saya? Toh, di perusahaan sudah ada divisi riset dan pengembangan yang memanfaatkan IoT. Rasanya, penjualan perusahaan akan baik-baik saja tanpa konektivitas IoT.
Jika kita melihat barang-barang produksi yang sukses menembus pasar global saat ini, peran perangkat lunak rasanya sudah menjadi suatu keniscayaan. Industri otomotif misalnya, sering menggunakanya dalam fase pembuatan sebuah purwarupa model-model produk otomotif terbaru mereka. Mobil baru Porsche Panamera seharga 68.000 pondsterling diproduksi lewat 100 juta line code atau kode baris (proses konversi data digital berupa angka, gambar, audio, atau video yang tersimpan di komputer menjadi sinyal digital yang akan diterima oleh mesin-mesin atau alat produksi-red), naik dari hanya 2 juta kode baris pada generasi Panamera sebelumnya. Proses produksi mobil Tesla Roadster terbaru pun melibatkan jutaan kode baris.
Di industri kesehatan, proses pembuatan pompa infus untuk obat-obatan menggunakan lebih dari 200.000 kode baris. Lift-lift modern saat ini juga dibuat dengan menggunakan setidaknya 3 juta kode baris. Tidak ketinggalan, proses pembuatan mesin panen juga menggunakan lebih dari 5 juta kode baris. Dengan perkembangan mesin-mesin yang semakin berorientasi pada perangkat lunak ini, model bisnis di masa lalu yang hanya sukses diterapkan pada perangkat lunak akan merambah ke produk fisik.
Selama ini, penggunaan internet (Internet of Things atau IoT) di kalangan pengusaha hanya dikaitkan dengan penghematan (menabung), baik dalam bentuk otomasi traktor (menghemat biaya buruh dan bahan bakar) maupun bentuk lainnya. Penggunaan alat ukur pintar, sensor, dan data real time telah menciptakan efisiensi di beragam sektor industri, mulai dari industri kesehatan, pengolahan, dan dalam bentuk penghematan pengeluaran yang tidak terlalu perlu.
Di awal tahun 2016 lalu, Google Home, salah satu produk IoT meluncur ke pasar dan menjadi salah satu produk yang bisa diterima konsumen dengan baik. Ini hanyalah permulaan. Di tahun 2017 ini, sudah terlihat perubahan tren penggunaan IoT, dari alat untuk menabung menjadi alat untuk mendulang pendapatan.
Pelaku industri kini mulai menjadikan produk IoT bukan hanya sebagai produk barang, tapi juga sebuah produk jasa. Pengembangan selanjutnya dari IoT adalah mengintegrasikan berbagai benda di rumah Anda, termasuk kulkas, mesin pembuat kopi, atau bahkan jaket Anda.
Proses integrasi ini adalah langkah revolusi komunikasi yang bertujuan meningkatkan pengalaman konsumen. Contoh yang paling radikal adalah ritel daring. Penggunaan penanda radio frequency Identification (RFID) yang digabungkan dengan otomasi sistem pengiriman telah menciptakan efisiensi dan akurasi bisnis.
Di sisi lain, IoT adalah alat yang tepat bagi proses business to business (B2B) lantaran telah merekam pola rutinitas seseorang atau suatu tempat dan menawarkan layanan yang tersegmentasi. Kulkas pintar misalnya, dengan sendirinya bisa mendeteksi kapan kita kehabisan stok susu dan kapan kita harus membeli ulang ke supermarket.
Peluang ini bisa ditangkap oleh perusahaan. Regan Leggett, Executive Director for Thought Leadership and Foresight in Nielsen’s Growth and Emerging Markets berpendapat, dengan mengenali dan memahami pergeseran ini, peritel dan pemilik merek dapat mengantisipasi kebutuhan masa depan.
“Dalam lima tahun ke depan, yang perlu diperhatikan adalah bangkitnya konsumsi terprogram. Para konsumen ini sangat mungkin lebih terbuka terhadap konsumsi terprogram, baik di dalam toko maupun melalui sistem koneksi di rumah yang terhubung dengan pemesanan otomatis. Kita bisa melihat Zalora yang baru saja meluncurkan fitur pencarian visual di aplikasi belanjanya,” tutur Leggett.
Sementara itu, Mulia Dewi Karnadi, Direktur One Commercial Partner & Small Medium and Corporate Microsoft Indonesia, melihat bahwa sektor industri dan retail nampaknya paling siap memaksimalkan penggunaan IoT. Namun, perusahaan-perusahaan ini belum mengambil langkah cepat dalam memanfaatkan nilai yang ada dari data laten untuk lebih memenuhi kebutuhan pelanggan.
“Kami mendorong seluruh pemimpin perusahaan retail untuk bertransformasi secara digital agar dapat memenuhi perubahan kebutuhan dari luar dan dalam agar tetap relevan. Hal ini melibatkan transformasi pada empat pilar utama–memberdayakan karyawan, interaksi pelanggan, pengoptimalan operasional, dan bertransformasi dengan produk, layanan, atau model usaha baru dengan data dan komputasi awan sebagai kunci teknologi utama untuk hal ini,” jelasnya.
Microsoft mendefinisikan, apa yang dimaksud dengan transformasi dalam interaksi pelanggan adalah perusahaan retail saat ini perlu berpikir ulang tentang pengalaman yang mereka berikan kepada pelanggan dalam hal interaksi. Untuk menaikan retensi dan loyalitas pelanggan, perusahaan memberikan penawaran relevan serta pelayanan personal.
Adapun transformasi produk dan model bisnis yang dimaksud, perusahaan retail harus mendorong budaya inovasi retail dan mengelola proses pengembangan produk baru agar lebih selaras dengan prioritas strategis untuk berkembang dan mengetahui cara memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Investasi di IoT memang berpotensi meningkatkan pendapatan Anda. Bahkan, Tata Consultacy Services dalam survei terhadap 795 CEO perusahaan multinasional tahun 2016 mendapati, perusahaan yang berinvestasi dalam IoT mencatatkan kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 15,6 persen. Manfaat IoT yang paling sering dirasakan perusahaan adalah melacak pelanggan melalui aplikasi seluler. Lebih dari separuh (50,8 persen) pemimpin IoT mengakui telah berinvestasi dalam IoT untuk melacak produk dan konsumen mereka.
Untuk itu, ada baiknya Anda mulai mempertimbangkan perlu atau tidaknya mempekerjakan seorang chief services officer (CSO) yang bekerja dengan vice president of service products dan vice president of service sales reporting sebagai satu divisi. Namun, hal ini tentu kembali pada bidang usaha Anda. Sebelum memaksimalkan IoT ke tahapan selanjutnya, hal lain yang juga perlu diperhatikan perusahaan adalah aspek keamanan demi mencegah risiko, cybercrime misalnya. Istilahnya, tidak ada keuntungan yang datang tanpa adanya risiko. We should manage to gain the best of both worlds.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: