Wakil Ketua Umum Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) Adrian Gunadi menjelaskan, peer to peer (P2P) lending yang sejati tidak beroperasi seperti pemberi pay day loan. P2P lending seharusnya sebagai salah satu layanan dari kegiatan fintech didasari semangat dan memperluas inklusi keuangan.
"Selain itu, merangkul mereka yang belum memiliki akses ke perbankan dan memiliki pekerjaan nonformal, seperti pekerja kreatif, pekerja paruh waktu, buruh tani, nelayan, dan sebagainya," terang Adrian dalam diskusi yang digelar Radio Pas FM, Hotel Ibis, Jakarta, belum lama ini.
Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja P2P Lending AFTECH Reynold Wijaya menambahkan, penentuan besaran bunga turut memperhitungkan karakteristik peminjam yang pada dasarnya adalah orang dengan risiko tinggi.
"Umumnya, peminjam di P2P lending ini adalah orang yang ditolak oleh bank dan tidak bisa memberikan jaminan, yang artinya punya tingkat risiko tinggi," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Modalku Sigit Aryo Tejo mengaku sangat merasakan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk dapat mengembangkan bisnis fintech di Indonesia. Dukungan ini dirasakan oleh Sigit sejak pertama kali meluncurkan Modalku dirinya langsung datang ke OJK untuk diskusi dan pihak OJK pun sangat terbuka.
"Sikap responsif OJK yang dalam waktu sekitar dua tahun sudah mengeluarkan peraturan terkait bisnis fintech juga merupakan bukti dukungan OJK pada industri fintech," terangnya.
Begitu juga dengan CEO mekar.id Thierry Sanders juga mengaku senang dengan kerja sama antara OJK dengan Asosiasi Fintech. Regulasi mengenai fintech pun cukup berkembang dengan cepat sehingga memberikan ruang bagi pemain fintech untuk berkembang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah