Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan agar pemerintah harus mendorong hilirisasi pertambangan sebelum terlambat dalam pengembangannya.
"Kalau tidak melangkah ke hilirisasi nanti akan terlambat," kata Irwandy ketika menjadi pembicara di sebuah acara diskusi pertambangan, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Alasan harus fokus pada hilirisasi adalah semakin menipisnya cadangan mineral di Indonesia. Ia mencontohkan, cadangan batu bara di Indonesia tinggal 22 persen dari cadangan dunia, tidak terlalu sebesar yang diprediksikan.
Perkembangan smelter yang ditargetkan menurutnya juga tidak terlalu signifikan, semua target pembangunan smelter banyak yang berhenti di jalan. Irwandy memberi gambaran, khususnya misal pada sektor nikel, banyak smelter yang tidak berkembang seperti ditargetkan.
"Selain perkembangan smelter, yang menjadi masalah adalah tidak mau memasukkan cadangan per perusahaan, atau per korporat. Semua mengacu pada cadangan nasional/global, sehingga detail cadangan mineral banyak yang tidak terkontrol," katanya.
Selain itu, kebijakan hilirisasi selama ini hanya memikirkan faktor pertambahan nilai. Hal tersebut yang menjadi faktor tidak berkembangnya hilirisasi pertambangan.
Kedua, perkembangan industri tidak sampai sektor hilir, ketiga, masih adanya relaksasi kebijakan untuk ekspor hasil pertambangan, khususnya bijih nikel dam bauksit.
Ia menilai, kebijakan hilirisasi tidak akan banyak berubah di tahun 2018. Masih ada faktor nilai tambah, masih ada relaksasi, dan harus ada ijin dari dua Kementerian, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian dalam persoalan izin.
"Perizinan tersebut juga harus menjadi perhatian, jangan jadi penghambat, wajib dipikirkan oleh pemerintah," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: