Pemerintah terus konsisten untuk menyelesaikan persoalan utang-utang terdahulu, tidak hanya sekedar menambah utang baru.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pengelolaan utang Indonesia dalam keadaan baik dan tidak ada utang yang berpotensi gagal bayar. Ia menegaskan total outstanding utang pemerintah yang telah mencapai Rp4.034,8 triliun merupakan akumulasi dari utang pemerintahan sebelumnya yang tetap harus dibayar dalam jangka panjang.
"Pemerintah juga membayar utang, termasuk utang-utang terdahulu," katanya di Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Kementerian Keuangan mencatat kemampuan pemerintah untuk membayar utang masih kuat, apalagi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih berada pada kisaran 29,24%. Rasio utang senilai 29,24% terhadap PDB itu terhitung masih lebih kecil daripada dengan negara-negara yang memiliki tingkat ekonomi setara, seperti Vietnam senilai 63,4%; Thailand 41,8%; Malaysia 52,7%; dan Brasil 81,2%.
Dari total utang pemerintah sebesar Rp4.034,8 triliun per akhir Februari 2018, sebagian besar utang itu didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp3.257,26 triliun atau 80,73% dari total utang pemerintah. Penerbitan SBN itu sekitar Rp2.359,47 triliun atau 62,62% diterbitkan dalam denominasi rupiah serta dalam denominasi valas sebesar Rp897,78 triliun atau 18,11%.
Selain penerbitan SBN, pembiayaan utang tersebut juga berasal dari pinjaman luar negeri pemerintah dengan porsi mencapai Rp777,54 triliun atau 19,27%.
Pengelolaan Utang
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan menjelaskan masyarakat seharusnya tidak terlalu mengkhawatirkan jumlah utang yang dipinjam pemerintah. Menurut dia, indikator rasio utang pemerintah masih dalam level aman sebesar 29,24% terhadap PDB dan berbagai pinjaman tersebut diajukan secara hati-hati dan efisien.
Padahal, batas maksimum utang pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 adalah 60% terhadap PDB.
"Utang ini akan naik terus sepanjang anggaran kita masih defisit. Yang kami lakukan adalah mengelola utang dengan baik agar bisa membayarnya," ujarnya.
Scenaider mengilustrasikan pembayaran utang ini dengan penerimaan yang dihimpun negara termasuk penerimaan pajak. Apabila pada tahun 2018 perkiraan penerimaan negara sebesar Rp1.894 triliun, jumlah utang Rp4.034 triliun pemerintah memiliki waktu jatuh tempo untuk membayar utang tersebut selama sembilan tahun. Dengan begitu, setiap tahun berdasarkan perhitungan kasar, pemerintah perlu membayar utang Rp450 triliun.
"Kalau kita punya penerimaan Rp1.894 triliun dan utang jatuh tempo Rp450 triliun setiap tahun, itu kita bisa bayar tidak? Ya, bisa. Jadi, itu namanya mengelola," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo