Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Suntik Produksi Startup Unicorn, Indonesia Kudu Belajar dari Negara Lain

Suntik Produksi Startup Unicorn, Indonesia Kudu Belajar dari Negara Lain Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara menyatakan pada 2020 mendatang di Indonesia akan ada 1.000 startup baru. Pada 2019, Indonesia akan melahirkan satu startup berseri Unicorn sehingga Indonesia punya lima Unicorn. Untuk merealisasi rencana itu, setidaknya ada 44 startup yang sedang dipersiapkan (grooming) bakal menjadi calon Unicorn-Unicorn baru di masa mendatang.

Lantas, bagaimana mewujud nyatakan rencana tersebut? Indonesia mesti belajar dari negara-negara yang memproduksi banyak Unicorn seperti Amerika Serikat, China, India, dan Inggris. Untuk melahirkan startup sampai menjadi Unicorn, butuh ekosistem yang kondusif. Di AS ada Silicon Valley yang menjadi lokasi memberi segala fasilitas lahirnya startup-startup kelas dunia.

“Yang fundamental dibutuhkan itu favourable medianya,” ujar Jeffri R. Sirait, Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo). Favourable media yang dimaksud yakni ekosistem yang kondusif bagi startup dan investor. Negara Jiran seperti Singapura yang baru memiliki satu Unicorn justru menerima aliran investasi ke startup terbesar pada 2016 senilai US$2,8 miliar atau 41% dari total aliran dana yang mengalir ke Asia Tenggara sebesar US$6,8 miliar.

Apa yang Singapura lakukan? Pertama, Singapura memposisikan diri sebagai gateway ke Asia Tenggara. Kedua, memberi legal structure yang stabil bagi pemodal global. Ketiga, memberi insentif bagi startup dan perusahaan modal ventura dari negara tetangga mulai penghapusan pajak capital gain, dan kemudahan-kemudahan apabila mau memindahkan kantor holding company ke sana.

Dengan segala kemudahan dan fasilitas yang melimpah tersebut membuat sebuah startup marketplace yang sudah Unicorn seperti Flipkart— Alibaba-nya India—memindahkan kantor holdco ke Singapura. Melihat kenyataan tersebut, pada 2016, Perdana Menteri India, Narendra Modi pun menawarkan insentif yang lebih mewah dari Singapura. Walhasil, Flipkart balik kandang lagi ke India. 

Flipkart menjadi pembelajaran bagi India. Dengan begitu banyak SDM asal India yang pernah bekerja di Silicon Valley, pemerintah India mengajak kolaborasi SDM-SDM handal di bidang TI itu untuk membangun ekosistem yang kondusif bagi startup-startup dan bagi holdco startup negara lain yang mau memindahkan basisnya ke India. Tidaklah heran apabila India melahirkan 10 Unicorn atau di urutan keempat dunia setelah Inggris (13 Unicorn), China (61 Unicorn), dan AS (114 Unicorn).

Saat ini, banyak investor asal Indonesia yang gemar nongkrong dan menaburkan uang mereka ke startup-startup di Singapura dan negara lain. Di dunia virtual dimana kantor holdco startup itu bisa ditempatkan di negara manapun yang mampu memberi ekosistem yang kondusif seperti penawaran berbagai kemudahan beroperasi dan penghapusan pajak setidaknya menjadi cermin bagi Indonesia.

“Kurangnya kisah sukses serta anggapan bahwa investasi di negara lain bisa lebih menguntungkan merupakan alasan minimnya jumlah investor lokal yang menyuntikan dana ke startup di Indonesia,” ungkap hasil kajian AT Kearney dan Google terkait perkembangan investasi startup di Indonesia bertajuk “Indonesia Venture Capital Outlook 2017” yang dirilis ke publik pada 19 September 2017. Riset ini dilakukan dengan 25 perusahaan modal ventura sebagai narasumber.

Amvexsindo sempat mengajukan permohonan ke Pemerintah Indonesia cq Kementerian Keuangan agar pajak final yang dikenakan kepada startup dikurangi dari satu persen menjadi 0,25%. Presiden Joko Widodo berkisah bahwa ia kalah tawar menawar terkait pengurangan pajak tersebut. Presiden maunya 0,25% seperti diusulkan pelaku usaha, tapi Menkeu Sri Mulyani katakan angka sebesar itu terlalu rendah. Walhasil, disepakati pajak final bagi pelaku usaha UMKM termasuk startup dikenakan 0,50%. Memadaikah? Intiplah apa yang negara lain berikan yang belum ada di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: