Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cambridge Analytica Tutup Karena Skandal Facebook

Cambridge Analytica Tutup Karena Skandal Facebook Kredit Foto: Reuters/Henry Nicholls
Warta Ekonomi, Jakarta -

Cambridge Analytica, perusahaan data yang memicu kontroversi akibat caranya menangani data pengguna Facebook Inc, dan induk perusahaannya SCL Elections Ltd, segera ditutup, kata perusahaan itu seperti dikutip Reuters.

SCL Elections dan Cambridge Analytica akan mengajukan pailit ke pengadilan, kata perusahaan ini, setelah kehilangan pelanggan dan menghadapi segunung gugatan hukum dalam kontroversi menyangkut laporan bahwa perusahaan ini telah memanen data pribadi pengguna Facebook sejak 2014.

"Kepungan liputan media secara tidak langsung telah mengusir semua konsumen dan pemasok perusahaan ini," kata Cambridge Analytica. "Akibatnya perusahan memutuskan adalah sudah tidak layak lagi meneruskan operasi bisnis yang membuat Cambridge Analytica tidak lagi memiliki alternatif yang realistis dalam menempatkan perusahaan dalam manajemen."

Tudingan penyalahgunaan data 87 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica yang disewa tim sukses Presiden Donald Trump pada Pemilu 2016, telah menjatuhkan harga saham jejaring sosial terbesar di dunia itu dan mengundang rangkaian penyelidikan resmi di berbagai negara.

Cambridge Analytica tutup efektif mulai Rabu dan para karyawan telah diperintahkan untuk mengembalikan komputer mereka, tulis Wall Street Journal belum lama ini.

Cambridge Analytica adalah anak perusahaan SCL Group, sedangkan SCL sendiri merupakan kontraktor pemerintah dan militer yang melayani segala hal dari riset keamanan pangan sampai kontranarkotika dan kampanye politik.

SCL didirikan 25 tahun lalu, sedangkan Cambridge Analytica didirikan sekitar 2013 yang awalnya fokus ke Pemilu AS. Cambridge Analytica disuntik dana 15 juta dolar AS oleh miliarder yang juga donator Partai Republik Robert Mercer dan seseorang yang ditunjuk oleh Steve Bannon yang kemudian menjadi penasihat Donald Trump itu.

Cambridge Analytica sendiri bergerak dalam bidang penyediaan riset konsumen dengan menyasar iklan dan jasa berkaitan data lainnya, baik untuk pelanggan politik maupun perusahaan.

Setelah Trump memenangkan Pemilu AS 2016, CEO Cambridge Analytica Alexander Nix kebanjiran pelanggan. Perusahaan ini mengklaim bisa mengembangbiakkan profil psikologis pelanggan dan pemilih dengan formula khusus yang jauh lebih ampub ketimbang perusahaan iklan biasa, demikian Reuters.

 

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: