Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

3 Hal Penghambat Industri Gaming Indonesia

3 Hal Penghambat Industri Gaming Indonesia Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pasar gaming di Indonesia meningkat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan saat ini Indonesia dikatakan menjadi negara dengan pasar gaming terbesar di Asia Tenggara. Namun, pertumbuhan pasar tersebut sayangnya tidak diimbangi dengan pertumbuhan industri gaming itu sendiri.

CEO dan co-founder Agate Studio, Arief Widhiyasa, melihat ada tiga hal yang menjadi hambatan dalam pertumbuhan industri gaming Indonesia.

"Yang pertama adalah talenta. Kapabilitas teman-teman di Indonesia kalau dibandingkan luar negeri kita masih punya gap, jadi perlu lebih jago lagi dalam developing," ujar Arief ditemui usai peluncuran platform Mfun di Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Selanjutnya, menurut Arief, jumlah uang yang diinvestasikan untuk industri gaming di Indonesia masih sangat sedikit.

"Kalau misalnya saya bandingkan dengan China, itu setahunnya dia investasi sekitar US$8 miliar, Vietnam itu US$60 juta tiap tahun untuk bikin game, Indonesia itu cuma US$2 juta per tahun untuk bikin game, jadi sangat sedikit," kata Arief.

Terakhir, Arief melihat jumlah perusahaan dan pengembang game yang berhasil bertahan dan tumbuh besar masih sangat sedikit.

"Di Korea ada sekitar 16 ribu game developer, Indonesia saja yang punya perusahaan itu di bawah 20. Mungkin orangnya banyak ada 1.500 tapi jumlah yang akhirnya berhasil menjadi perusahaan ada sedikit. Jadi, tiga ini menjadi PR bersama kita untuk ditingkatkan," lanjut dia.

Lebih lanjut, soal talenta, Arief melihat bahwa saat ini Indonesia sudah memiliki sekitar belasan sekolah yang menawarkan program edukasi khusus game. Hanya saja ini membutuhkan waktu karena baru ada kelulusan pada empat tahun mendatang. Sementara itu, untuk investasi, Arief mengatakan setidaknya diperlukan 10 persen dari pasar gaming di Indonesia.

"Semakin besar semakin bagus. Karena market gaming di Indonesia itu US$800 juta per tahun, jadi setidaknya investasinya 10 persen, US$80 juta itu minimal, kalau enggak kita akan menjadi pasar lagi," kata dia.

Meski Arief mengaku perusahaan miliknya masih tumbuh lebih dari dua kali lipat setiap tahunnya, pasar gaming yang tumbuh berkali lipat dalam beberapa tahun terakhir tampaknya tidak diiringi dengan pertumbuhan pengembang game. Arief melihat pengembang game di Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan.

Meski begitu, menurut dia, pemerintah sudah mulai melakukan banyak inisiatif untuk mengantisipasi hal ini terus berlangsung.

"Saya melihatnya dari Bekraf itu lumayan sering, dia gerak di grass root ada, bantu teman-teman developer ke luar negeri ada, dari Kominfo juga sangat membantu untuk teman-teman developer mendapat investasi," kata Arief.

Dia berharap pemerintah dapat terus mendukung dalam konteks kebijakan, baik dari segi talenta maupun investasi yang datang ke pengembang game di Indonesia sehingga diharapkan perusahaan gaming di Indonesia akan lebih banyak. Arief yakin bahwa lima hingga sepuluh tahun ke depan, game dari para pengembang game lokal dapat mengambil setidaknya separuh pasar dari game di Indonesia.

"Saya optimis, kayak musik kita berhasil menguasai 90 persen pasar musik, 50 persen saja pada 10 tahun lagi itu sudah sangat bagus. Dan, kalau kita memprediksikan bahwa padda 2030 indonesia bakal jadi top 5 GDP, artinya pasar kita akan menjadi pasar yang lebih besar daripada Jepang," tambah dia.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: