Indonesia saat ini merupakan pasar negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara yang memiliki ambisi untuk naik dari posisi ke-16 secara global menjadi ke-7 pada tahun 2030. Pada saat itu, Indonesia berharap memiliki basis konsumen sebanyak 135 juta, dengan 71% dari jumlah tersebut akan tinggal di daerah perkotaan, dan 86% akan berkontribusi terhadap PDB Indonesia.
Direktur Commercial Banking PT Bank HSBC Indonesia, Catherine Hadiman, menuturkan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan ekonomi Indonesia didukung oleh kenaikan harga komoditas, pertumbuhan global yang lebih kuat, peningkatan perdagangan internasional, serta kondisi moneter dan keuangan yang relatif akomodatif.
“Pertumbuhan ekonomi ini juga didukung oleh pemerintah Indonesia yang telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan ekonomi dan mendanai proyek-proyek infrastruktur,” kata Hadiman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Bank Indonesia melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 5,05% sepanjang tahun 2017 yang didominasi oleh dukungan ekspor dan investasi. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 yang mencapai 5,02%. Melihat pertumbuhan dan daya tahan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat, Bank Dunia pun optimis memperkirakan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,3% pada 2018/2019.
Berdasarkan laporan penelitian terbaru oleh HSBC yang berjudul Navigator: Now, Next and How for Business, sama seperti tren global yang cenderung fokus mencari mitra perdagangan di tingkat regional, fokus mitra perdagangan Indonesia adalah di negara-negara tetangga di kawasan Asia dengan Singapura (57%), Malaysia (43%), Jepang (37%), dan mitra dagang penting mereka bersama dengan Jepang (37%).
Menurut Hadiman, meningkatnya proteksionisme global mendorong perusahaan untuk memilih pendekatan perdagangan yang lebih bersifat regional atau homogen dalam beberapa tahun terakhir. Ini menguntungkan Asean yang memiliki komitmen untuk terus membangun dan mempertahankan momentum bisnis di kawasan tersebut.
"Bisnis di Indonesia harus didorong oleh pendekatan proaktif pemerintah untuk menegosiasikan kesepakatan perdagangan dan untuk siap memanfaatkan segala peluang yang tercipta,” tambah Hadiman.
Ekonomi global yang sehat seharusnya mampu mendukung kenaikan harga komoditas dan volume perdagangan untuk Indonesia pada tahun 2018. Namun, pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka panjang bergantung pada komitmen penuh pemerintah untuk meningkatkan investasi infrastruktur dan mengurangi biaya melakukan bisnis.
Prospek perdagangan jasa atau trade services juga bertumbuh positif. Kontributor utama pertumbuhan layanan adalah investasi infrastruktur publik, peluang bisnis di dalam dan luar negeri, dan iklim politik yang menguntungkan.
Hampir dua pertiga (61%) dari pelaku bisnis di Indonesia mengharapkan peningkatan volume perdagangan jasa dalam jangka waktu 12 bulan ke depan, dengan investasi dalam program infrastruktur publik (30%) dan peluang offshoring / onshoring (27%) menjadi faktor pendorong utama yang mampu memicu pertumbuhan perdagangan jasa.
Hal ini sejalan dengan tren di pasar Asia lainnya dimana keduanya pun menjadi pendorong utama, dan sesuai dengan rata-rata hasil survei global yang juga memiliki harapan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan volume perdagangan jasa (61%). Situasi politik yang kondusif juga membantu pertumbuhan, pada tingkat yang sama dengan rata-rata global.
Para pelaku bisnis di Indonesia berupaya mengembangkan portofolio layanan mereka dengan menawarkan layanan bernilai tambah (26%), layanan baru (24%), dan mengakuisisi bisnis lain (20%).
Masih dari laporan Navigator: Now, Next and How for Business, meningkatnya investasi program infrastruktur publik, reformasi regulasi yang ramah bisnis, serta pelonggaran kondisi moneter, ekspor dan impor diproyeksikan meningkat. Kenaikan harga komoditas pada kuartal terakhir 2017 memberi harapan hingga 74% pelaku bisnis akan meningkatnya volume perdagangan.
Sejalan dengan meningkatnya sentimen pertumbuhan, kebutuhan finansial di sektor perdagangan diharapkan meningkat dan menjangkau pangsa pembiayaan yang lebih luas. Tantangan utama yang dihadapi oleh pebisnis Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perdagangan adalah biaya transaksi yang tinggi (32%), lingkungan politik yang tidak menguntungkan (29%) (Pilkada yang akan datang dapat menyebabkan gangguan), dan volatilitas nilai tukar (27%).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu