Berdasarkan hasil survei Institute for Development of Economics and Finance (Indef), dari fenomena order fiktif (opik) yang kerap dilakukan pengemudi ojek online, Go-Jek disebut sebagai platform yang paling sering ditemukan kasus tersebut, menyusul kemudian Grab.
"Sebanyak 42% (Go-Jek) sebagai platform di mana order fiktif paling sering ditemukan sementara 28% dilakukan Grab," ungkap Direktur Program Indef, Berly Martawardaya, di Jakarta, kemarin (7/6/2018).
Berly menjelaskan, survei ini dilakukan pertama kalinya meskipun belakangan ini marak adanya opik.
"Survei ini melibatkan 516 mitra pengemudi dua perusahaan ride-hailing terbesar, Go-Jek dan Grab. Para mitra pengemudi mengakui bahwa tindakan curang sangat banyak terjadi sehari-hari di lapangan," terangnya.
Hampir dua dari tiga mitra pengemudi (61%) mengatakan bahwa mereka mengetahui sesama mitra pengemudi yang pernah melakukan order fiktif untuk mencapai target jumlah perjalanan dan mendapatkan insentif.
Demi mencapai target tersebut, kata Berly, para mitra pengemudi yang melakukan tindakan curang menggunakan perangkat lunak GPS palsu, memalsukan perjalanan dan menyesaikan perjalanan tanpa harus benar-benar membawa penumpang dan mencurangi sistem.
"Hampir semua mitra pengemudi (81%) mengaku mendapat order fiktif setiap minggunya dan satu dari tiga (37%) mitra pengemudi mengaku mendapat order fiktif setiap harinya," paparnya.
Menururnya, temuan survei ini cukup mengejutkan. Selain merugikan perusahaan ride hailing, penghasilan para mitra pengemudi yang bekerja dengan jujur juga terdampak oleh perilaku ini.
"Survei kami juga menemukan bahwa lebih dari setengah (53%) tidak setuju dengan tindakan order fiktif yang dilakukan teman-teman mereka. Satu dari tiga pengemudi (34%) bahkan pernah secara aktif memperingatkan teman mereka yang melakukan tindakan order fiktif," kata Berly.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: