Rhenald Kasali kembali hadir dengan karya terbarunya, Self Disruption. Buku ini masih mengangkat tema yang senada dengan buku sebelumnya yang best-seller, yaitu disruption, isu yang saat ini sedang marak dalam bisnis.
Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (8/6/2018), kali ini, Rhenald mengajak kita untuk melihat dampak disruption pada tiap-tiap industri. Mereka yang berada di dalam bisnis high-tech sudah menjadi Digital Master. Demikian pula, walaupun tak setinggi high-tech company, sektor retail dan perbankan wajib menjalankan self-disruption.
Industri ini tengah dipimpin pemain-pemain baru yang bekerja dengan cara-cara baru dan pemain-pemain lama yang revolusioner, sedangkan yang tak berubah hanya bisa meratap dan menangis bak anak kecil yang diambil mainannya. Sekarang, kita jadi paham mengapa sektor retail Indonesia mengalami guncangan yang besar sepanjang tahun 2017–2018? Selain tidak memiliki visi digital, rata-rata retail business Indonesia juga kurang memiliki digital leadership yang mampu mengarahkan mereka ke masa depan baru. Tak ada visi yang kuat, apalagi menerjemahkannya ke dalam dunia baru.
Lantas bagaimana dengan sektor lainnya? Industri lainnya yang terlena, antara lain, adalah sektor manufaktur dan tambang. Untuk sementara, mereka merasa nyaman. Demikian pula pemerintah yang “buta” yang tak membaca peta perubahan. Ini berbeda dengan negara-negara kecil yang adaptif yang justru menjadi digital master. Tambang, manufaktur, dan farmasi benar-benar terlena. Padahal, tentu saja terjadi perubahan-perubahan mendasar di dalamnya.
Self Disruption: Instropeksi untuk Aksi
Ketika tanda-tanda era disrupsi semakin nyata, masih banyak yang berpikir semua itu terjadi “di luar sana” dan “masih jauh”. Mereka terpaku pada “faktor eksternal”, bukan melihat ke dalam diri (faktor internal), lalu melakukan self-disruption. Mereka masih berpikir, segala yang berubah itu karena terjadi perlambatan ekonomi, melemahnya daya beli, dan seterusnya. Ironisnya, ekonom konvensional pun mengaburkan kebenaran-kebenaran baru yang tak mereka lihat karena mereka semua menyangkalnya.
Sikap Anda dan perusahaan Anda terhadap fenomena disrupsi yang semakin nyata ini, akan menentukan apakah kita bertipe konservatif atau mastery. Ketika kita salah menempatkan diri bakal menghadapi serangan-serangan besar dari para disruptor. Oleh karena itu, self-disruption menjadi amat penting.
Lantas, bagaimana caranya agar kita dan bisnis kita tidak terdisrupsi? Lagi-lagi pilihannya hanya satu, yakni Anda harus berani mendisrupsi diri dan bisnis Anda sendiri terlebih dahulu. Harus berani melakukan Self Disruption! Be disruptive, or you will be disrupted. Melalui buku Self Disruption ini, kita bisa mendapatkan fakta dan inspirasi penting dalam mengarungi samudera disrupsi, sekaligus menjadi pemenang.
Buku Self Disruption diterbitkan oleh Mizan dan saat ini sudah bisa didapatkan di toko-toko buku di Indonesia.
Sinopsis
Disruption pada dasarnya adalah perubahan. Suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat hadirnya masa depan ke masa kini. Perubahan semacam itu membuat segala sesuatu yang semula berjalan dengan normal tiba-tiba harus berubah dan berhenti mendadak akibat hadirnya sesuatu yang baru. Di sini, yang dimaksud sebagai sesuatu yang baru bisa banyak hal: teknologi baru, proses bisnis yang baru, para pemain baru, aplikasi yang baru, model bisnis yang baru, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut.
Perubahan semacam inilah yang membuat para petahana dan pemain lama bak kebakaran jenggot. Mereka tak tahu cara menanggapinya. Itu karena mindset mereka, cara-cara berpikir mereka, masih memakai pola-pola atau dengan cara-cara lama, cara-cara yang konvensional. Padahal, perubahan yang tengah terjadi tidak konvensional.
Buku ini memperkenalkan bagaimana memimpin perusahaan di era disruption, lengkap dengan ciri-ciri disruptive leader, baik di lingkungan pemerintah maupun bisnis. Mereka berani mendobrak kemapanan yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya alam, manajemen pemerintahan, dan tata kelola bisnis.
Nah, bagaimana caranya agar bisnis kita tidak terdisrupsi? Sayangnya, pilihannya hanya satu, yakni Anda harus berani mendisrupsi bisnis Anda sendiri terlebih dahulu. Jadi, Anda harus berani melakukan Self Disruption. Beranikah?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: