Pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak di Indonesia pada tahun ini menghadirkan paling banyak pasangan calon atau paslon tunggal. Total ada 16 paslon tunggal. Terbanyak dari provinsi Sulsel dan provinsi Papua. Masing-masing terdiri atas tiga paslon.
Paslon tunggal di Sulsel meliputi Kabupaten Bone (Andi Fashar Padjalangi-Ambo Dalle); Kabupaten Enrekang (Muslimin Bando-Asman) dan Kota Makassar (Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi). Hasil publikasi quick count, paslon tunggal di Bone dan Enrekang. Sedangkan paslon tunggal di Makassar sementara kalah dari kotak kosong.
Keunggulan kotak kosong di Pilwalkot Makassar membuat pesta demokrasi rakyat itu berpotensi diulang. Merujuk pasal 54D ayat 1 Undang-Undang 10 Tahun 2016 yang mengatur tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, menyebutkan, pemenang pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh lebih dari 50 persen suara sah.
Lalu, pada ayat 2 menyebutkan, jika perolehan suara pasangan calon kurang dan paslon yang kalah dalam pemilihan, maka diperbolehkan mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya. Pada ayat 3 disebutkan pemilihan berikutnya diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 25 ayat 1 PKPU Nomor 13 Tahun 2018 diatur apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak dari perolehan suara pada kolom foto paslon, KPU menetapkan penyelenggaraan pemilihan kembali pada pemilihan serentak periode berikutnya. Tidak harus lima tahunan, tapi pilkada serentak terdekat. Artinya, Pilwakot Makassar bisa diulang pada 2020.
Demikian pula dalam UU Pilkada Pasal 54D ayat 4, dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3, pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat wali kota untuk menjalankan roda pemerintahan.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono, yang juga berstatus Penjabat Gubernur Sulsel menyampaikan apabila paslon tunggal tidak mampu mencapai 50 persen lebih suara sah, itu berarti pilkada akan diulang pada 2020. Tentu saja, jika KPU nantinya memang menetapkan kotak kosong menang dalam Pilwakot Makassar.
"Sudah diakomodasikan oleh Undang-Undang, ya memang Undang-Undang mengatakan hal tersebut," kata Sumarsono, dalam keterangan persnya, Jumat (29/6).
Jika kotak kosong menang, maka Kota Makassar tentu akan menunggu akhir masa jabatan Wali Kota Makassar, M Ramdhan 'Danny' Pomanto pada Mei 2019 mendatang. Selebihnya akan diisi penjabat Wali Kota Makassar dari pejabat Pemerintah Provinsi Sulsel.
Sumarsono menekankan yang mengisi jabatan tersebut tentu akan dipilih dari pejabat eselon dua senior lingkup Sulsel. "Yang paling senior karena akan menangani Kota Makassar. Itu andai kata kotak kosong menang. Seandainya pasangan nomor urut satu menang, ya itu harus dihargai, jadi pihak sebelah juga harus menghargai kemenangan dari nomor satu," ujarnya.
Walaupun sejumlah lembaga survei telah mengeluarkan hasil hitungan cepat, belum bisa disimpulkan siapa yang menang. Karena versi KPU belum ada.
"Saya kira jangan euforia, hargailah rasa, pikiran dan paslon yang lain. Saya harap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur (serta paslon Wali Kota Makassar) bisa saling merangkul, bisa saling damai, sportif siap menang dan siap kalah," imbaunya.
Menjawab pertanyaan jika kotak kosong menang, apakah calon kandidat atau paslon, seperti Danny Pomanto yang telah didiskualifikasi bisa ikut lagi tahapan selanjutnya? Sumarsono menyebutkan bisa ikut kembali. Posisinya bukan pilkada lanjutan, tetapi pilkada ulang.
"Posisinya kembali ke nol, bisa ikut lagi, jadi kembali ke data awal lagi. Jadi (tahun) 2020 adalah pilkada ulang, bukan lanjutan. Pilkada dimulai start lagi jadi saya kira bisa ikut dua-duanya, regulasi kita ikuti, kecuali regulasinya ada perubahan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: