Serikat Pekerja (SP) Mathilda Pertamina Kalimantan mengancam akan mogok kerja apabila rencana akuisisi PT Pertamina Gas oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) terus dijalankan.
SP Mathilda, Mugiyanto, menuturkan, pihaknya akan melakukan industrial action untuk mengimbangi corporate action. Dalam waktu dekat, pihaknya akan berkumpul di kantor pusat untuk melakukan aksi long march ke kantor BUMN dan Istana Negara. Bahkan, pihaknya juga sudah melakukan langkah menggugat SK Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas akuisisi Pertagas ke PGN.
"Kami juga sudah melaporkan kasus ini ke KPK karena ada potensi kerugian negara," tegas Mugiyanto, Kamis (12/7/2018).
Menurut Mugiyanto, ada dugaan tindak pidana korupsi tapi belum ada tindak lanjutnya. Pihaknya sudah menyerahkan berkas dokumen ke KPK.
SP Mathilda adalah serikat pekerja para karyawan PT Pertamina (Persero) di Kalimantan yang berpusat di Balikpapan, Kalimantan Timur. Keanggotaannya meliputi karyawan Pertamina di seluruh Kalimantan.
Atas nama karyawan, Mugiyanto membeberkan alasan-alasan ketidaksetujuan Serikat Pekerja atas aksi korporasi tersebut.
Menurut dia, skema akuisisi tidak sejalan dengan rencana pembentukan perusahaan holding migas, yaitu semua usaha milik negara berkenaan dengan migas berada di bawah Pertamina sebagai induk.
Pertamina juga seharusnya memegang peranan yang dominan dalam proses konsolidasi tersebut.
"Skema akuisisi berpotensi merugikan Pertamina karena harus menanggung utang PGN. Utang PGN diketahui mencapai US$1,93 miliar atau sepertiga dari asetnya yang US$6,2 miliar," jelas Mugiyanto.
PGN juga merupakan perusahaan terbuka yang kepemilikan sahamnya dapat dimiliki siapapun termasuk asing hanya dengan membeli sahamnya di pasar modal.
"Sebanyak 43% saham PGN dimiliki swasta yang bisa saja kepemilikannya didominasi asing," tandasnya.
Mugiyanto mengungkapkan akuisisi ini juga telah menimbulkan kegaduhan di lingkungan pekerja. Kalau seluruh karyawan melakukan penolakan dengan mogok maka pastilah akan berpengaruh pada saham PGN.
Selain itu, pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal SP Mathilda, Saptono Nugroho, menyebutkan bahwa akuisisi dilakukan tanpa memperhatikan kajian secara menyeluruh yang meliputi akademis, bisnis, maupun ketenagakerjaan, termasuk di dalamnya perombakan organisasi perusahaan, kelembagaan, status dan hubungan kerja karyawan.
"Proses akuisisi bertentangan dengan UU 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yakni wajib memperhatikan kepentingan karyawan, namun dalam hal ini karyawan malah tidak dilibatkan," sebut Saptono.
Mugiyanto lebih mendukung sinergi kedua perseroan tanpa harus merger atau akuisisi. Kedua perusahaan dapat saling mendukung sebagai entitas bisnis tanpa harus saling menguasai. Di sisi lain, akuisisi Pertagas oleh PGN, seperti disebutkan laman cnbcindonesia.com, adalah pelaksanaan dari keinginan pemerintah menyederhanakan BUMN, yaitu dengan membentuk perusahaan induk atau holding untuk setiap cabang bisnis.
Pertamina adalah holding untuk usaha minyak dan gas, dan memiliki Pertagas. Pada sisi lain, PGN dengan mengacu pada sejarahnya, juga profesionalitasnya, memiliki posisi lebih unggul dari sisi kepemilikan aset produktif. Saat ini, PGN mengoperasikan 7.453 kilometer (km) pipa gas, sedangkan Pertagas mengoperasikan 2.438 km pipa gas.
Karena itu, dalam struktur holding migas, PGN akan mengambil peran sebagai sub-holding gas di bawah Pertamina (yang memiliki Pertagas). Sebab itu, kata cnbcindonesia.com, Kementerian BUMN melakukan restrukturisasi organisasi Pertamina dengan menghilangkan Direktorat Gas pada Februari 2018.
Dengan merujuk kepada sejarah PGN, pemberian peran sebagai sub-holding gas kepada PGN masih relevan karena PGN didirikan pada tahun 1965 dengan mandat sebagai pengelola gas bumi domestik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu