Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPU Diminta Awasi Potensi Predatory Pricing Pasca Akuisisi Grab-Uber

KPPU Diminta Awasi Potensi Predatory Pricing Pasca Akuisisi Grab-Uber Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Pengamat persaingan usaha, Muhammad Syarkawi Rauf, meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI untuk 'memelototi' potensi praktik persaingan usaha tidak sehat pasca-akuisisi yang dilakukan Grab terhadap Uber. Bergabungnya dua perusahaan transportasi berbasis aplikasi online itu dikhawatirkan melahirkan praktik predatory pricing guna mematikan pesaingnya. 

Langkah Grab mengakuisisi Uber di Asia Tenggara diketahui berdampak besar terhadap pasar atau persaingan angkutan online. Di Singapura, Grab kini menjadi pemain tunggal alias pasar transportasi online mengarah kepada monopoli. Sedangkan di Indonesia, merger Grab-Uber membuat pasar transportasi online menjadi duopoli. Beruntung karena di Indonesia masih ada perusahaan lokal yakni Go-Jek. 

"Hal yang paling penting adalah melakukan monitoring kepada perusahaan hasil akuisisi. Tujuannya untuk menjaga agar industri transportasi berbasis aplikasi online tetap bersaing secara sehat, tanpa tendensi ke arah predatory pricing. Salah satu yang dapat menjadi fokus KPPU memang ya potensi predatory pricing, apalagi jika perusahaan hasil akuisisi didukung oleh permodalan yang kuat," kata Syarkawi, kepada Warta Ekonomi, belum lama ini.  

Syarkawi yang juga mantan Ketua KPPU RI menyampaikan dampak akuisisi membuat pasar transportasi online di Indonesia kini terkonsentrasi kepada dua pemain besar yakni Grab dan Go-Jek. Pasar yang bersifat duopoli tersebut harus dijaga sehingga tetap terjadi persaingan usaha secara sehat. Muaranya tentu akan memberikan keuntungan bagi publik yang dapat memiliki pilihan dengan harga bersaing yang wajar. 

"Pasar yang bersifat duopoli harus dijaga sehingga tetap bersaing secara sehat dan tidak mengarah pada predatory pricing dengan maksud mematikan pesaing yang berlindung di balik program promosi. Termasuk menghambat masuknya pemain baru ke pasar dengan penetapan harga jual yang sangat rendah," ujar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin ini. 

Secara umum, Syarkawi yang juga mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI memaparkan adanya perbedaan regulasi merger di Indonesia dan Singapura. Itu penting ditelaah guna menentukan langkah lanjutan dalam hal pengawasan atas dampak akuisisi Grab-Uber. Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) alias KPPUnya Singapura sendiri menyimpulkan adanya potensi persaingan tidak sehat atas merger Grab-Uber.

Regulasi merger Singapura menganut voluntary merger notification atau notifikasi bersifat sukarela. Meski demikian, pemerintah memiliki kewenangan menetapkan denda jika merger tersebut melanggar undang-undang persaingan usaha Singapura. Sementara regulasi merger Indonesia adalah post merger notification atau notifikasi merger yang dilakukan setelah merger atau akuisisi dinyatakan efektif secara yuridis. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: