Ketua Tim Kampanye Daerah Jawa Barat, Jokowi-Ma'ruf Amin, Dedi Mulyadi mengatakan kasus meyebarnya berita hoax tentang penganiayaan yang menimpa Ratna Sarumpaet banyak mengandung permainan atau gimik politik.
Menurutnya, mengelola politik dengan menyuguhkan berbagai berita bohong atau hoax mampu menimbulkan konflik terbuka. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia semakin cerdas dalam menerima informasi sehingga mampu membedakan calon pemimpin bangsa yang memiliki kapasitas dan mana calon presiden yang gemar melakukan dramatisasi.
"Apa yang disampaikan selama ini di berbagai media, calon pemimpin yang sering mengucapkan statement kebanyakan gimik politiknya," katanya kepada wartawan di Bandung, Kamis (4/10/2018).
Atas beredarnya isu hoax tersebut, ia menuturkan ketika bangsa Indonesia sedang mengalami bencana yang menimbulkan duka semua pihak baik secara materi maupun imaterial kemudian di sisi lain ada aktor politik yang menjadi oposisi sejak zaman orde baru dengan mempermainkan perasaan publik maka apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet sudah melakukan kekejaman informasi.
Perbuatan hoax itu dipertontonkan kepada publik dan dilakukan oleh sosok yang mengaku memiliki integritas dalam memperjuangkan kepantingan masyarakat. Untuk itu, dari sisi informasi apapun yang dilakukan Ratna Sarumpaet sudah gagal bermain drama bahkan masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap aktivis tersebut.
"Saya ucapkan terima kasih kepada bu Ratna Sarumpaet karena sudah berkata jujur yang akhir-akhir ini menjadi berita diberbagai media massa. Bahkan dia sudah mengaku dirinya sebagai pelaku hoax terbaik," ujarnya.
Dedi Mulyadi mengimbau kepada calon pemimpin bangsa agar mampu mengelola negara secara baik, bukan hanya sebatas mengatur informasi saja melainkan menyampaikan berita benar kepada masyarakat.
"Kabar berita hoax itu pun menuai beragam tanggapan dari tokoh masyarakat, kalangan akademisi yang sudah mengenyam ilmu filsafat bahkan sekelah tokoh refoemasi pun ikut-ikutan," ungkapnya.
Dedi menegaskan kabar berita hoax yang menimbulkan kegaduhan, konflik dan memecah belah persatuan bangsa harus dintindak tegas secara hukum yang berlaku dan tidak pandang bulu.
Sejak awal, ia meminta kepada pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas siapa pelakunya dan motifnya. Kemudian ternyata bahwa berita itu tidak benar dan dibuat dalam dramatisasi hoax secara terstruktur.
"Kepolisian harus mengusut kebenanarannya, kalau kemarin diusut kenapa dianiaya lantas sekarang harus diusut juga kenapa menyebarkan berita bohong?," tegasnya.
Langkah itu harus dilakukan agar negeri ini tidak terbiasa menerima berita bohong yang menimbulkan konflik. Dedi mencontohkan, di India ketika pelaku penyebar hoax tertangkap maka akan dihukum langsung oleh masyarakat secara keji.
"Nah, apakah Indonesia akan seperti itu? Bagaimana di negara lain terjadi konflik antara pemerintah dengan masyarakatnya akibat berita hoax, Tentu Indonesia tidak akan seperti itu, ada proses hukum yang berlaku," ujarnya.
Dia menegaskan kasus tersebut tidak berpengaruh terhadap elektabilatas Joko Widodo sebagai calon presiden 2019. Pasalnya, Jokowi sebagai kepala negara bertanggung jawab mengatasi permasalahan negara yang bersifat mendesak, salah satunya penanganan bencana gempa Donggala dan Palu Sulawesi Tengah.
"Menurut saya mah pak Presiden kerjaannya banyak seperti saat ini tengah fokus menanggulangi bencana gempa Sulteng. Enggak usah mikirin ini. Soal elektoralnya, intinya kita jangan mengambil keuntungan dari kesalahan orang lain. Pak Jokowi bukan type seperti itu tapi elektoral beliau didapat dari kepercayaan publik atas kinerja yang dilakukannya," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: