Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kalah Saing, Beberapa Medsos Ini Terpaksa Tutup

Kalah Saing, Beberapa Medsos Ini Terpaksa Tutup Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seiring dengan berjalannya waktu, media sosial (medsos) telah melewati berbagai pertumbuhan sejak dirintis pada era 2000-an. Platform seperti Facebook dan Instagram masih menjadi pemimpin di dunia medsos.

Bahkan, kini Twitter mulai bangkit dengan banyaknya pengguna yang kembali menggunakan platform tersebut. Namun, tak semua medsos dapat bertahan dalam gempuran persaingan. Salah satu contohnya adalah Path.

Selain Path, apa saja medsos yang tak mampu menghadapi derasnya persaingan? Warta Ekonomi telah mengumpulkan data dari berbagai sumber mengenai beberapa medsos yang mengalami kegagalan.

1. Vine

Diluncurkan dan dibeli oleh Twitter pada 2012 lalu, Vine adalah sebuah platform yang dibuat untuk berbagi video singkat berdurasi 6 detik atau biasa disebut GIF. Aplikasi tersebut menjadi yang paling banyak diunduh di App Store iOS setahun setelah peluncurannya. Bahkan, berbagai selebriti, seperti Wiz Khalifa, Mac Miller, Jimmy Falcon, Snoop Dogg, dan Shawn Mendes turut menggunakan Vine.

Dengan banyaknya pengguna pada masa itu, Vine menjadi salah satu pusat kreativitas para kreator GIF. Jutaan video singkat diunggah, baik yang mengandung unsur komedi, musik, stop motion, maupun animasi. Yang mengejutkan, beberapa kreator Vine bahkan wara-wiri di iklan televisi dan memiliki serial dokumenter di Netflix.

Namun, ternyata kesuksesan tersebut tidak membuat Vine bertahan lama. Pada Oktober 2016, pihak Twitter mengumumkan melalui blog, aplikasi Vine akan dihentikan. Dalam unggahan tersebut, tak dijelaskan alasan dibalik pemberhentian aplikasi tersebut. Berdasarkan data yang Warta Ekonomi kumpulkan, ternyata Twitter telah menjual Vine ke perusahaan lain. Kini, Vine di Google Play atau pun App Store berubah menjadi Vine Camera. Vine pun resmi ditutup pada 18 Januari 2017 lalu.

2. Friendster

Selanjutnya adalah Friendster yang diluncurkan pada 2002 lalu. Platform ini adalah jaringan pertama untuk berbagi konten dengan kontak para pengguna. Tak hanya itu, Friendster digunakan untuk mendapatkan informasi seputar acara lokal, berita pop culture, dan juga untuk terhubung dengan merek-merek produk terkenal. Bahkan, pada puncaknya, Friendster memiliki sekitar 115 juta pengguna yang tersebar di seluruh dunia.

Lantas, mengapa medsos tersebut dihentikan? Menurut analisis para ilmuwan komputer di Institut Teknologi Federal Swiss, perancangan ulang situs Friendster yang dilakukan pada 2009 merupakan salah satu faktor utamanya. Setelah perancangan itu, traffic situs dan jumlah pengguna menurun drastis.

Menurut penelitian mereka, medsos yang penggunanya hanya memiliki 1 atau 2 teman memiliki risiko ditinggalkan lebih tinggi dibandingkan dengan medsos yang penggunanya memiliki banyak teman. Dalam hal ini, bila pengguna dengan 1 atau 2 teman menutup akunnya, maka kedua temannya akan mengikuti. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada pengguna yang memiliki banyak teman.

Hal itulah yang terjadi pada Friendster, tak semua teman atau keluarga pengguna mendaftarkan diri di situs tersebut. Menelisik lebih lanjut, saat itu Friendster juga tak mampu bersaing dengan Facebook dan MySpace. Pada 2011, Friendster pernah berganti nama menjadi situs gim sosial, tetapi ternyata peralihan tersebut tak membawa dampak besar. Akhirnya, pada 2015, layanan Friendster benar-benar ditutup.

3. MySpace

MySpace merupakan platform medsos yang memungkinkan pengguna saling berkirim pesan dan mem-posting konten. Kemudian, artis musik juga dapat mengunggah MP3 serta menjual musik lewat profil mereka. Bahkan berkat fitur itu, publik dapat mengenal musisi seperti Adele, Skrillex, dan Colbie Caillat. Pada 2004, MySpace memiliki lebih dari 1 juta pendaftar dan kurang dari setahun, jumlah penggunanya menginjak angka 5 juta. Lalu, apakah penyebab runtuhnya keberhasilan MySpace?

MySpace memang salah satu penyebab berakhirnya Friendster. Namun, ternyata nasibnya pun serupa. Setelah pada 2005 hingga 2008 menjadi platform jejaring medsos terbesar di dunia, bahkan mengalahkan Google, platform tersebut harus rela ditutup karena tak mampu bersaing lebih lama lagi dengan Facebook.

Penyebab pertamanya adalah MySpace tak mengikuti perkembangan zaman dan tak meningkatkan layanan mereka. Fitur-fiturnya tak berubah meskipun penggunanya terus bertambah, yang berkembang biak justru iklan berbayar di situsnya. Oleh karena itu, perlahan pengguna pun meninggalkan MySpace dan lebih memilih Facebook.

Penyebab gagalnya MySpace selanjutnya adalah kemunculan Facebook pada 2008. Karena medsos itu tak melakukan inovasi pada fiturnya, mereka tak mampu menyaingi Facebook yang selalu berevolusi. Keadaan semakin diperburuk saat Specific Media Group dan Justi Timberlake membeli MySpace dan membuatnya menjadi platform yang hanya terfokus pada musik.

Sampai saat ini, MySpace masih tersedia dan mendapatkan 1,5 juta pengunjung per bulan. Namun, angka itu jauh jika dibandingkan saat MySpace masih berjaya dulu. Tanpa konten berkualitas dan inovatif, MySpace akan semakin kehilangan arah dan tujuan.

4. Google+

Platform Google+ dirancang sebagai gabungan Facebook dan LinkedIn. Meskipun dapat digunakan untuk keperluan profesional, promosi, dan sosial, Google+ tetap tak bisa menguasai pasar. Interaksi dengan teman masih dilakukan di Facebook, sedangkan individu yang membutuhkan platform terkait pekerjaan lebih memilih LinkedIn. Google+ bagai orang yang terkucilkan dalam sebuah pesta. Ada, tetapi tak disadari keberadaannya.

Meskipun secara teknis belum mati, Google+ jelas tak mampu mengikuti persaingan dengan kompetitornya. Bahkan, walau telah diluncurkan ulang pada 2011, keadaannya tak berubah. Pengguna hanya memutuskan mendaftar di Google+ untuk menikmati layanan Google Drive, Google Hangouts, Gmail, dan aplikasi Google lain.

Beberapa medsos yang tak sanggup bertahan di tengah persaingan hanyalah bagian kecil dari situs-situs yang mengalami kegagalan. Hal tersebut menunjukkan, medsos cukup sulit untuk dikelola. Membuat platform untuk publik harus didukung dengan inovasi dan kepekaan terhadap kebutuhan pengguna. Bila tak mampu melakukannya, mungkin situs yang dikelola akan bernasib seperti Path, Friendster, MySpace, dan Google+.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: