Hasil analisis kuantitatif Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menyatakan bahwa ada kaitan yang kuat antara industri kelapa sawit dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Pernyataan demikian disampaikan Febrio Kacaribu dari LPEM UI, saat menjadi pembicara dalam konferensi 14th Indonesian Conference Palm Oi (IPOC)l di Nusa Dua, Bali, Kamis (1/11/2018).
"Ada hubungan yang sangat erat antara kenaikan jumlah lahan perkebunan kelapa sawit dengan kedelapan indikator SDGs yang diteliti," kata dia sebagaimana tertulis dalam siaran pers.
Dalam penelitian tersebut, dianalisis aspek ekonomi dan sosial dari kelapa sawit yang berkontribusi pada SDGs. Adapun ruang lingkup kajian ini mengenai pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan produksi dan konsumsi, kesehatan (angka harapan hidup), ketersediaan air bersih, kemiskinan dan ketimpangan, ketahanan pangan dan nutrisi, industrialisasi, serta pendidikan.
"Studi kasus dilakukan di Lampung Timur, kawasan yang tercatat terjadi peningkatan lahan kelapa sawit sebanyak 300% dari 2005 hingga 2015," papar Febrio.
Menurutnya, hasil riset menunjukkan, dari 10% kenaikan jumlah lahan perkebunan kelapa sawit, ternyata berpengaruh terhadap 0,05% penurunan tingkat kemiskinan, sebesar 0,02% menurunkan tingkat pengangguran, 0,03% peningkatan jumlah lulusan sekolah menengah ke atas, 0,12% peningkatan konsumsi non-makanan, serta sebesar 0,21% pada peningkatan akses air bersih.
"Sedangkan pengaruh kenaikan 10% lahan sawit terhadap peningkatan akses sanitasi bersih sebesar 0,17%, kenaikan angka pendapatan perkapita sebesar 1,8%, dan angka harapan hidup 2 hari lebih tinggi, serta peningkatan rata-rata jumlah kalori sebanyak 15,6 kkal," jelasnya.
Sementara Catur Ariyanto Widodo dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyampaikan komitmen BPDPKS terhadap keberlanjutan industri sawit dan pencapaian SDGs. Sebagai special operating agency yang dibentuk untuk mengatasi aspek pembiayaan industri kelapa sawit, BPDPKS menjalankan serangkaian program dalam upaya menjadikan sawit berkelanjutan.
"Dampak program-program yang sudah dilakukan lembaga kami terbukti mempengaruhi pencapaian SDGs," aku Catur.
Dua program utama BPDPKS, yakni program peremajaan kebun (replanting) bagi petani rakyat dan biodiesel. Keduanya berkontribusi pada pemenuhan tujuan SDGs nomor 8 (decent work and economic growth) dan nomor 7 (affordable and Clean energy).
Bayu Krisnamurthi dari IPB yang memandu konferensi IPOC hari pertama, menegaskan bahwa industri kelapa sawit sangat berkontribusi pada SDGs. Kontribusi itu terlihat saat industri itu melakukan proses seperti biasa (sebelum tuntutan SDGs).
"Sehingga, jika kita memang sengaja membuat proses bisnis yang sesuai dengan SDGs, maka akan lebih banyak kontribusi yang dihasilkan," katanya.
Terkait harga CPO, menurut Bayu, ada dua keuntungan langsung yang dapat meningkatkan harga CPO, yakni branding dan program mandatori biodiesel B20. Dengan kontribusi terhadap SDGs, Indonesia dapat mengatakan bahwa industri ini bersih dan baik. Sementara dengan program B20, jika semua stakeholder bekerja sama, maka program ini bisa ditangani dengan baik dan selanjutnya berkontribusi terhadap pencapaian SDGs.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: