Inilah ‘Formula’ untuk Hadapi Peredaran Ponsel Black Market di Indonesia
Meskipun pemerintah telah mewajibkan aturan 30% TKDN kepada vendor-vendor yang beroperasi di Indonesia, peredaran ponsel ilegal alias Black Market (BM) hingga kini masih menjadi momok. Perdagangan ponsel ilegal justru semakin banyak dijumpai, baik di pusat perbelanjaan maupun di situs e-commerce. Transaksi jual beli ponsel BM itu bebad dilakukan tanpa tersentuh aparat penegak huku
Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia, Ali Soebroto, mengatakan salah satu tindakan untuk mengatasi masalah peredaran ponsel BM, melalui kontrol International Mobile Equipment Identity (IMEI). Langkah tersebut merupakan penyelesaian teknis yang memanfaatkan teknologi.
“IMEI itu proses identifikasi dari ponsel, begitu dipasang di semua operator dan tidak dikenal, langsung tidak bisa dipakai perangkatnya. Sebetulnya, itu ide sudah lama tetapi masih banyak hambatan untuk menerapkannya,” kata Ali di Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Sementara, Direktur Standardisasi Perangkat dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Mochamad Hadiyana, mengatakan regulasi IMEI direncanakan akan diselesaikan pada akhir Desember 2018. Selanjutnya, akan dilakukan sosialisasi pada 2019 mendatang.
“Kami akan usahakan untuk menyelesaikan regulasinya pada akhir Desember 2018. Untuk saat ini, kami sedang berdiskusi dengan para operator agar siap dengan perangkat yang support sistem identifikasi, registrasi, dan pengendalian IMEI,” kata Hadiyana.
Solusi lain untuk menindak tegas peredaran ponsel BM adalah operasi pasar. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan pihak yang dapat mengadakan operasi pasar itu. Ali kemudian berkata, operasi pasar harus dilakukan secara keseluruhan dan harus sampai selesai. Jika ada yang melanggar, harus ditindak.
“Tidak banyak operasi pasar, pada akhir kepemimpinan Pak Gita Wirjawan pernah dilakukan operasi tersebut dan ia menyaksikan sendiri, banyak sekali produk yang tidak memenuhi standar, berarti ilegal. Hingga hari ini tidak ada tindakan hukum. Jadi, tanggung penegakkan operasi pasarnya. Kalau mau dilakukan, harus sampai selesai, kalau ada yang melanggar harus ditindak,” jelas Ali kepada Warta Ekonomi.
Selain operasi pasar, peredaran ponsel BM juga dapat dicegah dengan penjagaan pelabuhan-pelabuhan yang dilakukan pihak beacukai. Namun, karena Indonesia memiliki perairan yang luas, proses pengejaran terhadap penyelundup di laut sedikit mengalami kesulitan.
“Mereka punya kapal yang kecepatannya lebih tinggi dari kapal milik kita sehingga sulit untuk mengejar. Oleh karena itu, pencegahannya dapat dilakukan di pasar. Di sana ada perangkat hukum dan proses identifikasi barang lebih mudah. Kalau sudah ketahuan tidak legal, harus ditindak sampai ke akarnya. Kalau sudah begitu, pasti timbul efek jera, meskipun butuh kerja keras,” papar Ali lagi.
Ali menyebutkan, untuk saat ini pasar BM di Indonesia masih sebesar 20%. Misalnya, bila pasar Indonesia bernilai 60 juta, artinya sebesar 12 juta merupakan BM.
“Kalau barang tidak distandardisasi (ilegal), tidak bayar PPn sebesar 10%. Keuntungan 12 juta dari BM itu kalau bayar 10% PPn artinya 1 juta, kalau keuntungannya 12 triliun berarti 1 triliun kerugiannya,” katanya.
Oleh karena itu, Ali mengusulkan kepada pemerintah untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan pengendalian neraca. Dengan begitu, pemerintah dapat mengetahui jumlah produksi dan jumlah penjualan dan memastikan semua data cocok sehingga secara otomatis bila ada barang BM dapat segera ditindaklanjuti.
“Dengan begitu kita pun tahu yang diproduksi jumlahnya berapa? Yang berada di pasar berapa? Kalau dianalogikan, kasus beras yang baru-baru ini diperbincangkan itu terjadi karena tidak pernah dibuatkan neraca sehingga datanya tidak benar. Jangan sampai kasus ponsel BM mengalami hal serupa,” kata Ali lagi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: