Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Simalakama Proyek Meikarta, Antara Kasus dan Tingginya Backlog Rumah

Simalakama Proyek Meikarta, Antara Kasus dan Tingginya Backlog Rumah Pekerja beraktivitas di areal proyek pembangunan kawasan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (3/11/2018). | Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masa depan pembangunan megaproyek prestisius kota mandiri Meikarta seperti sebuah simalakama. Sebagai kota penyangga Jakarta, proyek ini penting dilanjutkan, kendati saat ini tersandung masalah hukum terkait suap perizinan yang dilakukan oknum manajemen perusahaan kepada Bupati Bekasi. 

"Proyek pembangunan kota mandiri Meikarta bisa dilanjutkan dengan memperhatikan aman secara hukum dan tidak memperkosa penggunaan APBN. Pasalnya, dari awal proyek ini adalah proyek swasta," kata pengamat kebijakan, Agus Pambagio di Jakarta, Kamis (8/11/2018).

Dirinya mengakui, kasus hukum yang menimpa Meikarta merupakan simalakama. Alasannya, bila tidak dilanjutkan akan menjadi hutan beton tidak bertuan dan apabila dilanjutkan, menggunakan uang siapa. Sementara perizinan belum beres. 

Bukan rahasia lagi, banyak pelaku bisnis properti yang mengeluhkan prosedur rumit perizinan, sampai saat ini masih belum transparan. Idealnya, proses perizinan proyek properti tak lebih dari tiga bulan. Namun, dalam praktiknya, proses perizinan di Indonesia bisa memakan waktu lebih dari tiga bulan, bahkan bertahun-tahun.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyediaan Rumah Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid mengungkapkan, dalam empat tahun terakhir, backlog kepemilikan rumah Indonesia sudah berkurang sebesar 3,2 juta unit. Penurunan ini, salah satunya buah program pengadaan satu juta rumah yang diinisiasi pada 2015.

"Backlog perumahan selama empat tahun ini sudah berkurang sekitar 3,2 juta. Ini jumlah produksi keseluruhan dari hasil program sejuta rumah hingga saat ini," kata Abdul dalam keterangan tertulis (18/10).

Khalawi mengakui perizinan merupakan salah satu kendala yang menghambat program satu juta rumah. Menurut dia, di beberapa daerah, proses perizinan masih berlangsung lama, sementara harga bahan bangunan terus naik tiap tahun. Selain perizinan, kendala yang menghambat adalah sulitnya mencari lahan murah.

Untuk mengatasinya, pemerintah sudah menerbitkan PP 64/2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Regulasi ini dibuat untuk mendorong dipermudahnya perizinan perumahan oleh pemerintah daerah. Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) pun dilakukan guna mendorong pembangunan kota-kota baru.

Dengan berbagai upaya itu, Khalawi optimistis pada 2018 penyediaan rumah baru bisa mencapai satu juta unit rumah karena sampai dengan pertengahan Oktober lalu, jumlahnya sudah mencapai 850.000 unit. Dia menambahkan, pada 2019 pemerintah akan berupaya untuk dapat mendorong jumlah rumah baru lebih dari satu juta unit.

Sementara itu, data Colliers International Indonesia baru baru ini menyebutkan bahwa jumlah pengguna KPR/KPA terus bertambah di Tanah Air. Pada 2013, pengguna skema itu dalam pembelian properti sekitar 16%, tetapi pada 2018 melejit menjadi 33%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: