Achmad Zaky, seorang Founder dan CEO Bukalapak yang memulai usahanya pada tahun 2010 ternyata merupakan seorang anak kampung yang sama sekali tidak memiliki latar belakang bisnis. Namun, kini dirinya dapat menunjukkan, anak kampung ini mampu menjadi miliarder yang sukses.
Saat Bukalapak berdiri, tahun 2010, kala itu sedang booming-boomingnya komoditas. Kebanyakan pengusaha di Indonesia itu berasal dari komoditas dan oranh-orang yang memiliki modal besar. Awalnya, sebelum ia mendirikan Bukalapak, ia merasa minder karena ia tidak memiliki kedua hal tersebut.
Zaky terlahir dari keluarga yang sederhana, orang tuanya berprofesi sebagai guru dan tidak ada darah bisnis. Ia berasal dari Kampung Sragen. Jika ditanya mengenai pengalaman berbisnis, jawabannya nihil. Ia sama sekali tidak memilikinya.
Saat hendak mendirikan Bukalapak, ia tidak memiliki modal sama sekali. Zaky pun tidak pernah bermimpi bahwa bisnis ini akan besar dan menjanjikan.
"Saya hanya berekspetasi saat usia 50 tahun nanti baru saya bisa sukses menjadi pebisnis dengan memiliki karyawan, tapi itu nanti disaat usia 50 tahun, saat tua," katanya.
Selang waktu selama 8 tahun berjalannya Bukalapak, paradigmanya pun berubah total. Dunia digital ini membantu dia menemui fakta bahwa semakin muda usia seseorang, semakin kompetitif juga.
"Makanya anak-anak muda sekarang enggak perlu takut untuk memulai bisnis," jelasnya.
Paradigma yang ia miliki saat tahun 2010 itu ternyata salah besar. Mengenai capital, experience, keturunan, ternyata tidak penting.
"Bagi saya, yang paling penting itu kerja keras dan kreativitas," tambah Zaky.
Jika dilihat dari lain sisi, memang artian kerja keras di mata setiap orang itu berbeda-beda. Di mata Zaky, bekerja keras itu ia contohkan dalam sebuah perumpamaan.
"Kalau misalnya saya seorang investor, dan bertemu dengan anak muda yang tidak pernah memasuki unsur finansial sama sekali ke dalam dirinya. Seperti sebuah startup yang baru-baru ini saya temui, anak muda pendirinya itu tidak digaji sama sekali, tapi ia mau terus merintis usaha yang ia miliki," jelasnya, "ketika saya bertanya ke anak muda itu 'saya mau inves di startup kamu, boleh enggak?' dia jawab enggak boleh. Dia pengin keep usaha itu sendiri, dan ia sudah membuktikan beberapa pencapaian yang sudah mampu ia dapat."
Dalam perumpamaan tersebut, Zaky menarik garis besar menurut dirinya. Kerja keras yang ia maksudkan adalah seperti itu. Mau merintis dari nol, memiliki komitmen tinggi, dan usahanya itu berjalan terus.
"Investor saat ini itu mencari startup/founders yang kerja keras, komitmen tinggi dan usahanya jalan," terangnya.
Anak kampung asal Sragen ini merintis usahanya dengan bekerja keras. Awalnya Bukalapak menggunakan kos-kosan untuk dijadikan kantor, saat ini berhasil memiliki gedung sendiri, dan itu berkat kegigihan seorang Zaky dan timnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: