Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membangun Peradaban Manusia dari Bahan Tambang

Membangun Peradaban Manusia dari Bahan Tambang Kredit Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tidak ada peradaban manusia yang tak ditopang oleh industri tambang.

Kalimat tersebut terlontar dari mulut Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus), Budi Santoso, ketika sedang menjelaskan peran penting sektor pertambangan terhadap kehidupan manusia. Hampir semua peralatan dan perlengkapan yang ada saat ini baik konvensional maupun elektronik berasal dari bahan tambang.

"Kaca meja, besi, smartphone, mengandung bahan tambang. Bahkan, perlengkapan kosmetik seperti bedak dan sunblock juga merupakan bahan tambang," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Penggunaan produk tambang atau mineral oleh manusia telah dikenal sejak 300.000 SM yakni pada zaman paleolitikum atau zaman batu. Pada saat itu manusia menggunakan batu yang sudah diolah untuk bertani dan berburu. Selain itu, batu-batu yang ada dibentuk dan diolah menjadi tempat tinggal. Dalam perkembangannya, batu-batuan tersebut digunakan untuk tempat ibadah seperti candi hingga punden.

Budi Santoso menjelaskan pemanfaatan bahan tambang atau mineral semakin beragam seiring dengan peradaban manusia yang terus berkembang. Misalnya, pada zaman prasejarah dulu manusia hanya mengenal teknologi sederhana. Kemudian di era modern yang ditandai dengan revolusi industri di Inggris terjadi peningkatan kebutuhan dan penggunaan mineral secara besar-besaran. Pada saat ini kebutuhan tersebut semakin berkembang lagi.

Lebih canggih, pada era sekarang mineral dimanfaatkan untuk pembuatan komponen komputer seperti benang emas untuk semikonduktor, tembaga, platinum, aluminium, dan sebagainya.

"Artinya, selama manusia tumbuh maka kebutuhan bahan tambang tak akan pernah berhenti," sebutnya.

Beruntung, Indonesia dianugerahi sumber daya alam mineral logam serta nonlogam yang kaya dan melimpah. Hal ini tentu perlu dimanfaatkan dengan sebaik mungkin guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Budi menegaskan Indonesia memiliki modal besar berupa kekayaan alam yang bisa digunakan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, mineral juga bisa digunakan sebagai modal awal untuk menstimulus perkembangan industri barang dan jasa. 

"Indonesia ini dirahmati dengan keberagaman mineral. Sumber mineral ini menyebar dari Sabang sampai Merauke," tuturnya.

Kekayaan Alam

Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan kekayaan tambang Indonesia sangat besar dan potensial.

Misalnya, lokasi tambang Grasberg, Papua, merupakan salah satu lokasi yang menyimpan cadangan emas dan tembaga terbesar di dunia. Cadangan emas di Papua diperkirakan mencapai 29,8 juta ons. Adapun, cadangan tembaga di wilayah ini mencakup sekitar 27% dari cadangan dunia. Berdasarkan laporan Inalum, nilai total cadangan emas di lokasi ini sebesar US$42 miliar, tembaga US$116 miliar, dan perak US$2,5 miliar.

"Jadi, Indonesia itu sangat kaya sekali," katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Saat ini Inalum tengah melakukan finalisasi proses akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia. Proses akuisisi ini akan menandakan kembalinya tambang Grasberg ke Bumi Pertiwi setelah 50 tahun dalam dekapan Freeport.

Budi Sadikin menjelaskan Inalum yang merupakan perusahaan holding BUMN Tambang beserta empat anak usaha yakni PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Freeport Indonesia memiliki cadangan mineral dengan nilai mencapai US$1,07 triliun. Tercatat, jumlah cadangan batubara mencapai 8,3 miliar ton senilai US$581 miliar; nikel 11,94 juta ton senilai US$131,39 miliar; dan bauksit 90,78 juta ton senilai US$181,29 miliar.

Kemudian, timah memiliki cadangan 796.342 ton senilai US$16,16 miliar; tembaga 15,02 juta ton senilai US$100,15 miliar; emas 1.333 ton senilai US$56,78 miliar; serta perak 7.595 ton senilai US$3,99 miliar.

Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Simon Felix Sembiring, mengatakan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tuntutan untuk memanfaatkan kekayaan tambang secara maksimal. Ia mengatakan Indonesia harus mampu menggali dan mengolah kekayaan tambang menjadi barang jadi yang bernilai tambah tinggi.

"Sebuah proses panjang dengan multiplier effect besar karena bukan hanya menggerakkan aktivitas pertambangan di hulu, tetapi juga aktivitas di tengah dan di hilir," ujarnya.

Ia memastikan begitu bahan tambang diolah maka akan ada industri-industri lain yang memanfaatkan secara kreatif. Terbukanya industri demi industri ini berarti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar. 

"Jadi kalau ditanya kenapa kekayaan tambang tak membuat kita kaya? Itu karena kita gagal mendapat berkah dari kekayaan alam, tak memaksimalkannya, tak membuat nilai tambah, dan tak menciptakan multiplier effect," paparnya.

Budi Sadikin mengatakan Inalum memiliki kesadaran penuh untuk memaksimalkan potensi kekayaan tambang yang dimiliki Indonesia. Ia menjelaskan ada tiga misi besar yang diemban Inalum selaku holding company BUMN Tambang yakni menguasai cadangan dan sumber daya mineral di Indonesia, hilirisasi produk dan kandungan lokal, serta menjadi perusahaan tambang kelas dunia.

Meski demikian, ia menyadari betapa mahal biaya proyek hilirisasi tambang ini. Misalnya, biaya Freeport Indonesia untuk membangun pabrik smelter berkapasitas tiga juta ton per tahun sebesar US$3 miliar. 

"Mahalnya membangun pabrik pengolahan galian tambang ini yang menjadi tantangan tersendiri bagi Inalum ke depan," sebutnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: