KPK menerapkan prinsip "zero tollarance" kepada para pegawainya yang melakukan pelanggaran sehingga dalam tahun 2018 ada dua pelanggaran berat pegawai KPK yang ditindak.
"Kami memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar aturan, ada yang dikeluarkan, ada yang dipulangkan tapi jangan didikotomikan orang ini dari instansi mana karena ketika masuk ke KPK tidak perlu didikotomikan berasal dari mana karena efeknya tidak baik tapi sepanjang 2018 ini ada pegawai yang diberikan sanksi ringan, sedang dan berat," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Agus menyampaikan hal itu dalam konferensi pers akhir tahun Kinerja KPK 2018 yang dihadiri empat pimpinan KPK Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Laode M Syarif, Alexander Marwata serta Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Deputi Bidang Informasi dan Data (Inda) Hary Budiarto, Deputi Bidang Pengawasan Internal, Pengaduan Masyarakat (PIPM) Herry Muryanto dan Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Menurut Herry Muryanto, sepanjang 2015-2018 ada 10 kasus yang dapat dianggap sebagai pelanggaran berat.
"Hukuman itu beragam biasanya kalau pelanggaran ringan cukup atasan langsung, kemudian ada pelanggaran sedang dan berat. Sebagai bukti KPK sudah melakukan tindakan, hukuman berat itu dari 2015-2018 ada 10 kasus, tentu orang yang terlibat di dalamnya lebih dari 10. Pada 2015 ada 1 kasus, pada 2016 ada 3 kasus, pada 2017 ada 4 kasus dan pada 2018 ada 2 kasus," tutur Herry Muryanto.
Berdasarkan Peraturan KPK No. 7 tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK, nilai-nilai yang harus diterapkan pegawai di KPK adalah religiusitas, integritas, keadilan, profesionalisme, kepemimpinan.
Sedangkan saksi terhadap pegawai atau penasihat yang melakukan pelanggaran berat diberikan oleh pimpinan dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) sementara sanksi terhadap pimpinan diberikan oleh Komite Etik berdasarkan hasil pemeriksaan sidang Komite Etik.
Namun, Herry tidak menjelaskan 2 kasus yang dimaksud tersebut. Kasus yang pernah mengemuka ke publik adalah penghapusan barang bukti perkara tersebut yang diduga dilakukan penyidik KPK asal Polri Roland Ronaldy dan Harun.
Mereka diduga merobek buku bank warna merah dan menghapus catatan di buku merah tersebut dengan cara "di-tip-ex" pada bagian nama-nama penerima uang perkara suap impor daging sapi oleh Basuki Hariman pada 2017.
Hasil pemeriksaan internal KPK membuktikan laporan pelanggaran yang dilakukan Roland dan Harun. Pimpinan KPK hanya memberi sanksi kepada dua penyidik ini dengan mengembalikan keduanya ke mabes Polri sebagai instansi asal.
Saat ini Polda Metro Jaya sudah menyita sejumlah barang bukti, termasuk buku tabungan bersampul merah (buku merah) dalam kasus mencegah atau merintangi penyidikan yang terjadi di gedung KPK itu.
"Yang ditindak itu banyak, bahkan dikeluarkan dari KPK, ada teguran tapi diproses, misalnya, ada yang menghilangkan barang itu diperiksa, selalu ditindaklanjuti," ungkap Laode.
Total pegawai KPK pada tahun 2018 berjumlah 1.652 pegawai. Komposisi pegawai terbesar berada pada Sekretariat Jenderal sebanyak 509 pegawai atau 30,81 persen diikuti Kedeputian Penindakan total 440 pegawai atau 26,63 persen.
Di dalamnya termasuk 119 penyelidik, 106 penyidik terdiri atas 48 penyidik pegawai tetap KPK dan 56 penyidik berasal dari Polri dan 2 Penyidik PNS serta 78 penuntut umum. Berikutnya adalah pegawai di kedeputian pencegahan 310 pegawai atau 18,77 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: