Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BMKG Ungkap Penyebab Tsunami Selat Sunda

BMKG Ungkap Penyebab Tsunami Selat Sunda Petugas memeriksa informasi cuaca dan gelombang perairan di Posko Info Cuaca BMKG di Pelabuhan Merak, Banten, Jumat (8/6). Petugas secara rutin memantau kondisi cuaca guna memastikan keamanan dan kenyamanan pemudik di atas kapal. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Bandarlampung -

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan informasi telah terjadi gempa bumi berkekuatan (magnitudo) 3,5 skala richter (SR) pada Senin (24/12/2018), pukul 23.36,04 WIB di Barat daya Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Menurut BMKG, gempa tersebut berlokasi di koordinat 6.14 derajat Lintang Selatan (LS) 104.71 Bujur Timur (BT) sejauh 82 km barat daya Pesawaran, Lampung. Adapun kedalaman pusat gempa mencapai 9 km.

Sejumlah warga Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Kota Bandarlampung sempat mempertanyakan berbagai informasi yang simpang siur berkaitan dengan adanya gempa dan potensi tsunami di wilayah mereka.

Akhirnya, warga yang berada di kawasan pantai memilih untuk keluar rumah dan  mengungsi ke tempat lain yang lebih tinggi. 

"Tengah malam ini kami memilih mengungsi dari rumah karena informai ada gempa dan akan terjadi tsunami lagi," ujar Asim, salah satu warga Telukbetung, Bandarlampung.

Dia menuturkan, warga sekitar rumahnya juga berbondong-bondong keluar rumah untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi karena mendapatkan informasi tersebut.

Berkaitan bencana tsunami Selat Sunda yang menerjang kawasan pesisir Lampung dan Banten pada Sabtu (22/12/2018), telah disampaikan pers rilis bersama bencana Selat Sunda oleh Kemenko Maritim, BMKG, Badan Informasi Geospasial, BPPT, dan LIPI, serta Badan Geologi, Senin (24/12/2018).

Siaran pers tersebut menyatakan bahwa bencana di Selat Sunda saat ini merupakan bencana multievent yang diakibatkan oleh gelombang tinggi, tsunami, erupsi gunung api, dan longsor tebing kawah Gunung Anak Krakatau yang memicu tsunami.

BMKG menyatakan siap untuk mem-back up peringatan dini tsunami akibat langsung atau pun tidak langsung dari erupsi gunung api yang dipantau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (Badan Geologi, sehingga BMKG perlu untuk mendapat akses data gempa-gempa vulkanik yang ada di sistem peringatan dini Pusat Vulkanologi.

Pada tanggal 23/12/2018, pukul 18.30 sampai dengan 21.00 WIB, telah dilaksanakan rapat koordinasi dengan agenda pembahasan kejadian tsunami di Selat Sunda. Rapat tersebut dihadiri oleh Kemenko Maritim, BMKG, BIG, BPPT, LIPI, dan Badan Geologi ESDM.

Berdasarkan data yang dihimpun, diambil kesepakatan berupa tsunami yang terjadi bukan disebabkan oleh gempa bumi tektonik, melainkan akibat longsor (flank collapse) di lereng Gunung Anak Krakatau akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.

Kejadian longsor lereng Gunung Anak Krakatau tercatat di sensor seismograf BMKG di Cigeulis Pandeglang (CGJI) pada pukul 21.03 WIB, juga beberapa sensor di Lampung (LWLI, BLSI), Banten (TNG/TNGI, SBJI), Jawa Barat (SKJI, CNJI, LEM) .

Hasil analisa rekaman seismik (seismogram) dari longsoran lereng Gunung Anak Krakatau setelah dianalisa oleh BMKG setara dengan kekuatan MLv = 3,4, dengan episenter di Gunung Anak Krakatau.

Faktor penyebab lepas material di lereng Gunung Anak Krakatau dalam jumlah banyak adalah tremor aktivitas vulkanik dan curah hujan yang tinggi di wilayah tersebut.

Bukti-bukti yang mendukung bahwa telah terjadi longsoran di lereng Gunung Anak Krakatau sebagai akibat lanjut dari erupsi Gunung Anak Krakatau, yaitu deformasi Gunung Anak Krakatau berdasarkan perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah tsunami yang memperlihatkan 64 ha lereng Barat Daya Gunung Anak Krakatau runtuh. 

Oleh karena itu, beberapa rekomendasi tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah memasang tide-gauge di Kompleks Gunung Anak Krakatau (BIG), survei geologi kelautan dan batimetri di Kompleks Gunung Anak Krakatau (Badan Geologi, BPPT, LIPI), konfirmasi dari citra satelit resolusi tinggi (LAPAN) perlu cipta optik, survei udara dengan drone (BPPT), data GPS dan data pasut (BMKG, BIG, Pushidrosal, dan industri di sekitar kawasan).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: