Ekonomi Indonesia tahun 2018 diperkirakan tumbuh sedikit lebih baik dibanding pertumbuhan di tahun 2017 yang mencapai 5,07%. Sampai dengan kuartal ketiga realisasi pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,17%.
“Sejalan dengan prediksi kami yang disampaikan pada bulan November 2017 lalu, ekonomi tahun ini tumbuh sebesar 5,1-5,2%,”Kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, di Jakarta, Senin (31/12/2018).
Faisal mengatakan sepanjang tahun 2018 resiliensi ekonomi Indonesia diuji di tengah meningkatnya tekanan ekonomi global. Ekonomi dunia memang tengah berada pada kondisi yang kurang favourable bagi banyak negara termasuk Indonesia. Hal ini sejalan dengan terjadinya perlambatan pertumbuhan di banyak negara dan pengetatan moneter yang dipicu oleh kebijakan The Fed, penurunan harga komoditas ekspor, serta ketidakpastian yang diciptakan oleh perang dagang antara AS dan Tiongkok.
Kondisi global yang relatif suram tersebut lanjut dia memberikan dampak yang cukup besar pada kinerja ekspor Indonesia. Dalam tiga kuartal pertama 2018, ekspor hanya tumbuh 7,1% atau lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9%. Neraca perdagangan hingga bulan November 2018 mengalami defisit US$7,5 miliar. Kondisi ini paling parah sejak periode Januari hingga November 2013 yang mengalami defisit.
“Dalamnya defisit tahun ini tidak hanya disebabkan oleh melemahnya permintaan ekspor dan nilai tukar rupiah, tetapi juga didorong oleh akselerasi impor yang hingga November mencapai 27,9% (migas) dan 21,1% (non-migas),” ucapnya.
Ia mengungkapkan paling tidak ada tiga faktor yang menekan pertumbuhan ekspor tahun ini. Pertama, perlambatan pertumbuhan ekspor yang terjadi sejalan dengan melemahnya pertumbuhan negara-negara tujuan ekspor. Kedua, harga sejumlah komoditas andalan ekspor terutama di sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet juga melemah. Ketiga, kebijakan negara-negara tujuan ekspor yang lebih protektif.
“Di sisi lain, sejumlah kebijakan pemerintah untuk mengurangi impor belum efektif untuk menahan pesatnya laju permintaan impor pada tahun ini,”Ujarnya.
Selain perdagangan yang mengalami defisit, kinerja investasi pada tahun 2018 juga kurang begitu menggembirakan. Pada tiga kuartal pertama tahun 2018, Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) memang masih tumbuh 6,9%, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,7%.
Walau demikian, pertumbuhan yang tinggi tersebut cenderung didorong oleh pertumbuhan pada kuartal pertama dan kedua saja yang mencapai 7,95% dan 5,86%. Adapun pada kuartal ketiga 2018, PMTB tumbuh lebih rendah (6,96%) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 7,08%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: