Kreativitas kaum milenial Indonesia disebut tokoh budaya Jabar Dedi Mulyadi telah memberikan dampak langsung pada perekonomian nasional.
Mantan Bupati Karawang Dedi Mulyadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, mengatakan anak muda milenial yang kreatif telah memberikan kontribusi besar secara langsung pada perekonomian nasional.
"Pendapatan negara dari sektor kreatif pada 2017 saja sudah mencapai Rp1.009 triliun. Tahun 2018 meningkat menjadi Rp1.105 triiliun dan tahun ini ditargetkan mencapai Rp1.211 triliun," katanya.
Melonjaknya pendapatan dari industri kreatif tersebut diikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Tercatat hingga 2017, sebanyak 17,43 juta pekerja terserap di industri kreatif. "Tak pernah ada komitmen begini besar untuk industri kreatif pada pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan Jokowi memiliki komitmen bahwa industri kreatif akan menjadi andalan ekonomi di masa depan, katanya.
Dedi Mulyadi juga mengingatkan kaum muda untuk tetap menyoroti akar kebudayaan dalam berkreasi karena saat ini cenderung terabaikan dalam gegap gempita perubahan terutama terkait dengan pembangunan. Padahal dengan era digital, semestinya kondisi tersebut bisa menjadi ciri khas yang menjadi daya tarik kaum milenial.
"Merancang pembangunan daerah di era sekarang ini Identitasnya harus jelas, harus jadi kebanggaan, digitalisasi itu yang mengeksploitasinya, ini era digital tapi kita jangan sampai melupakan akar kebudayaan leluhur kita" katanya.
Dedi Mulyadi juga memandang optimisme kaum milenial penting karena inilah yang menjadi semangat pendorong anak muda. "Anak muda Indonesia itu kreatif. Potensi mereka begitu besar untuk mendorong industri kreatif tumbuh pesat, katanya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun ini sejatinya semakin optimis dengan kondisi bangsanya. Optimisime itu bahkan menjadi energi yang menggerakkan para pegiat industri kreatif untuk terus membuat terobosan untuk masyarakat. "Itu hasil survei 2017, kita menjadi masyarakat paling optimis di dunia. Jadi, kalau pesimis sebaiknya nggak usah mengajak yang lain," katanya.
Meski demikian, mantan wali kota Bandung itu menambahkan, perasaan optimisme bangsa itu bukan tanpa ancaman. Sebagai negara dengan beragam suku, agama, ras, dan bahasa, nilai-nilai kesatuan bisa dengan gampang diganggu karena konflik yang muncul akibat perbedaan.
"Kita mudah bertengkar, dan yang membuat prihatin, pertengkaran itu dipicu hal-hal sepele. Makin ramai karena kita juga hobinya cenderung mencari perbedaan. Kalau tak bertengkar seperti itu, kita harusnya sudah jadi bangsa juara," jelas Kang Emil, panggilan Ridwan Kamil.
"Jaga persatuan ini penting, terlebih dengan prediksi bahwa pada 2045. Kita bisa menjadi negara adidaya, di antaranya, sepanjang pertumbuhan ekonomi jangan turun di bawah lima persen, dan tak bertengkar karena demokrasi, karena waktu kerja kita bakal tersita untuk mendamaikan," kata Emil.
Sedangkan Wali Kota Bogor Bima Arya cenderung mengingatkan bahwa potensi generasi milenial yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa depan harus dijaga dengan membangun ekosistem kreatif yang baik sehingga tidak sampai terjebak pada konflik.
"Kita sekarang memiliki lebih banyak kemudahan dibanding sebelumnya. Ini yang harus kita jaga bersama," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: