Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Geliat Kamera Analog di Dunia Digital

Geliat Kamera Analog di Dunia Digital Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dunia fotografi kini memang sedang naik daun. Gejala itu dapat dilihat dari banyaknya karya fotografi di media sosial, pemilik kamera digital di kalangan amatir dan munculnya komunitas-komunitas fotografi. Tidak hanya kamera digital, saat ini juga ada kelompok yang kembali menggandrungi fotografi analog dan cetak tradisional.

Danny, salah seorang penikmat fotografi analog dan pegiat cetak foto tradisional mengatakan, setidaknya tiga tahun terakhir fotografi analog itu mulai populer kembali. Itu ditandai banyaknya permintaan cuci negatif film dari kamera analog, dan cetak foto secara tradisional.

“Cuci negatif film sudah banyak, tapi kalau yang cetak masih on the way (akan semakin ramai),” ujar Danny saat berbicang dengan Warta Ekonomi, di Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Danny sendiri mengaku sudah menggeluti dunia fotografi sejak lama. Sebelumnya pria yang bekerja di asuransi Allianz ini menjadikan hobinya tersebut sebagai penghasilan tambahan. Melihat geliat fotografi analog yang terjadi, dia mulai fokus dan melayani cuci negatif film dan cetak secara tradisional.

“Kalau saya pribadi sebetulnya hanya menyukai kamera analog dan foto hitam putih yang dicetak secara tradisional saja,” imbuhnya.

Tapi tren yang terjadi saat ini, kebanyakan orang menggunakan kamera analog hanya untuk mencoba pengalaman menggunakan kamera analog dan penasaran dengan hasil cetak secara tradisionalnya. Meskipun ada juga beberapa orang yang memang menyukai hasil cetak tradisional ketimbang hasil kamera digital untuk koleksi pribadi.

Menurut Danny, cetak tradisional saat ini sudah hampir punah, sangat sulit menemukan orang yang melayani cetak secara tradisional. Kalau untuk cetak secara digital dari media negatif film masih banyak ditemukan, karena ada mesin digital yang dapat mencetak langsung dari media negatif film menjadi file JPEG atau dicetak melalui printer.

Cetak tradisional yang dimaksud adalah menggunakan teknik ruang gelap. Ruang gelap selain digunakan untuk cuci negatif film, juga untuk mencetaknya ke media kertas. Proses cetak dilakukan dengan cara memproyeksikan negatif film ke kertas hingga foto tercetak. Saat mencetak negatif film harus dibalik, sehingga hasilnya jadi positif, itu mengapa disebut filmnya negatif.

“Prosesnya panjang, rumit dan alatnya sangat banyak, termasuk cairan kimia yang bermacam-macam yang fungsinya berbeda-beda,” jelas Danny.

Dulu waktu masih zaman kamera analog kamar gelap biasa dimiliki oleh studio foto. Selain itu juga ada jasa cetak foto kilat yang biasa disebut dengan afdurk foto. Dulu jasa ini banyak ditemui di pinggir jalan, tapi saat ini di Jakarta menurut Danny sudah punah. Di beberapa kota di Semarang atau Bandung masih dapat ditemui.

Mengapa dia belajar cara mencetak foto secara tradisional, menurutnya karena hasil cetakan tradisional dan cetak digital itu dari segi fisik sangat berbeda. Terlebih lagi untuk foto hitam putih, menurutnya hasilnya lebih klasik dibanding cetak foto hitam putih secara digital. Selain itu foto yang dicetak secara tradisional hasilnya juga lebih awet, bisa bertahan ratusan tahun. Kualitas itu berkat proses kimiawi yang terjadi selama pencetakan.

“Kalau bagi saya melihat foto hitam putih yang dicetak secara tradisional itu kesan kita ada di dalam foto itu lebih nyata,” ujar Danny.

Sebagai peminat foto analog dan cetak tradisional, dia berharap akan semakin banyak penggemar fotografi analog. Dengan demikian permintaan akan semakin banyak dan pasarnya terbentuk kembali. Bagaimana dengan foto digital, menurutnya foto analog dan foto digital adalah dua hal yang berbeda. Di luar negeri, seperti Jepang, Inggris dan Jerman saat ini permintaan untuk cetak foto analog secara tradisional masih lerstari.

“Tidak seperti di Indonesia yang begitu ada teknologi baru, yang lama ditinggalkan,” sebut Danny.

Jadi bagi Danny sebagai penikmat fotografi analog tidak ada pilihan lain selain menggunakan kamera analog, atau kamera analog akan benar-benar mati. Analog SLR or Die, tulis Danny dalam laman facebook dan akun instagramnya @analog_slr_or_die.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: