Digital Transformation Institute (DTI) Capgemini bekerja sama dengan Digital Manufacturing Services mensurvei sekitar 1.000 eksekutif senior perusahaan besar yang saat ini menerapkan pabrik pintar atau merencanakan untuk menerapkan pabrik pintar (smart factory) dalam waktu dekat. Hasilnya menunjukan, nilai ekonomi yang dihasilkan dari pabrik pintal diprediksi bakal mencapai US$1,5 triliun.
"Secara optimistis, total nilai tambah dan kontribusi bagi perekonomian global dari pabrik pintar pada 2022 akan mencapai $1,5 triliun (jika adopsinya mencapai 60% dari total pabrik di dunia). Sementara secara skeptis, nilainya mencapai US$500 miliar (jika adopsinya mencapai 21% saja)," tulis riset tersebut.
Capgemini menemukan bahwa dari sektornya, industri manufaktur, kedirgantaraan dan pertahanan, industri otomotif dan transportasi, industri energi, dan industri consumer goods memiliki persentase tertinggi dalam mengimplementasi pabrik pintar, masing-masing sebesar 67%, 62%, 50%, 42%, dan 40%.
Baca Juga: Apa itu Smart Factory?
Baca Juga: Bagaimana Merancang Smart Factory?
Beberapa contoh pabrik pintar berskala global saat ini, di antaranya pabrik pintar GE di Pune, India yang memproduksi komponen mesin jet hingga lokomotif; ABB di Beijing, China; Siemens di Amberg, Jerman; Adidas di Jerman yang menggunakan teknologi flexible production system, digital twin, dan 3D printing; Faurecia di Columbus, Indiana, serta Audi di San Jose Chiapa, Meksiko.
"Teknologi yang banyak digunakan di pabrik pintar termasuk Internet of Things (IoT), analisis big data, kecerdasan buatan (AI), robotika canggih, pencetakan 3D, dan platform komputasi awan yang menyatukan teknologi ini bersama-sama. Teknologi ini, semua disatukan oleh platform cloud yang merevolusi lanskap manufaktur global saat ini," terang riset tersebut.
Adapun manfaat yang didapat dari penerapan pabrik pintar adalah meningkatkan produktivitas secara keseluruhan hingga tujuh kali (1990-2022). Capgemini menemukan pabrik pintar akan dapat mempercepat pengiriman tepat waktu, produk hingga 13 kali, dan peningkatan kualitas lebih dari 12 kali. Belanja modal (capex) dan biaya inventaris diefisiensi hingga12 kali dan biaya material, logistik, dan transportasi diefisiensi hingga 11 kali. Sementara biaya tenaga kerja diefisiensi hingga sembilan kali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti