Untuk mendukung pengembangan pabrik pintar (smart factory) di Indonesia, pemerintah akan menyiapkan infrastruktur jaringan 5G di beberapa kawasan industri. Sebagai prototipe, jaringan 5G rencananya akan dibangun di kawasan industri Cilegon (Banten) dan Morowali.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Janu Suryanto menyatakan, kesiapan pemerintah saat ini menunggu Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara membawa teknologi 5G dari luar, yang rencananya didatangkan dari perusahaan teknologi asal China, Huawei. Huawei dipilih lantaran sudah memenuhi ketentuan TKDN.
"Menkominfo sendiri menetapkan 5G di Indonesia nanti fokusnya ke industri. Menkominfo dan Menperin sepakat agar nanti ada industial estate khusus yang distruktur sedemikian rupa, sehingga teknologinya menggunakan 5G," kata dia ketika dihubungi Warta Ekonomi, Senin (25/2/2019).
Baca Juga: Resep Sukses Pabrik Pintar Versi Schneider Electric
Ditambahkan, jaringan 5G yang dibangun ditujukan untuk mendukung smart factory. Smart factory sendiri tidak hanya menyinggung soal automasi (penggunaan robotic process automation), tapi juga berbicara tentang big data, AI, analytic. Misalkan mesin pembengkok body mobil sudah satu rangkaian dengan mesin pengecat.
Janu menambahkan lagi, sebetulnya selain Schneider Electric Manufaturing Batam, sudah ada beberapa contoh pabrik pintar di Indonesia, seperti pabrik LG di Tangerang dan Cikarang yang prosesnya tidak hanya terautomasi, namun juga dilengkapi sensor-sensor.
Baca Juga: Bagaimana Merancang Smart Factory?
Sebagai gambaran, pabrik pintar dipersenjatai jaringan 5G sudah diuji coba oleh Worcester Bosch dan Yamazaki Mazak di Inggris, menggunakan jaringan dari Huawei, O2, dan BT. Mereka menguji aplikasi Internet of Things (IoT) untuk meningkatkan produktivitas manufaktur. Penting bagi pelaku bisnis untuk memiliki elemen waktu nyata yang dibawa 5G, sehingga perusahaan dapat bereaksi secara real-time di lingkungan pabrik untuk mengurangi kerugian dalam output dan menjaga marjin laba.
5G menawarkan unduhan yang lebih cepat, respons yang lebih cepat dari aplikasi berkat latensi yang jauh lebih rendah, dan kemampuan menjejalkan sebanyak satu juta perangkat 5G dalam satu kilometer persegi. Ini berarti bisnis akan dapat menambahkan sensor ke segala sesuatu, mulai dari produk yang mereka jual ke masing-masing mesin di pabrik, memungkinkan mereka memantau lini produksi berkinerja sebagaimana mestinya, dan membuat keputusan secara real time tentang proses.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti