Peluncuran Online Single Submission (OSS) diharapkan bisa memperbaiki kemudahan mendaftarkan usaha di Indonesia. Namun, implementasi sistem ini masih menemui banyak hambatan, seperti fasilitas dan infrastruktur internet di daerah yang belum merata, serta peraturan tingkat pusat dan peraturan daerah yang tumpeng tindih. Harmonisasi peraturan ini membutuhkan dukungan pemerintah daerah (pemda).
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Krishnamurti mengatakan, penerapan OSS masih membutuhkan evaluasi. Salah satunya terkait harmonisasi peraturan tingkat pusat dan daerah. Harmonisasi ini, katanya, tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah pusat. Pemda sebagai pihak yang paling memahami peta dan potensi ekonomi di wilayahnya, perlu mempelajari ulang dan merevisi aturan yang kepentingan dan sama dengan aturan tingkat pusat.
"Jangan sampai pemda malah membuat portal serupa OSS karena hal ini akan makin membingungkan para pengusaha dan investor. Menelaah peraturan dan melakukan deregulasi peraturan yang sudah tertuang dalam aturan tingkat pusat akan lebih efektif untuk menumbuhkan iklim usaha yang kondusif," jelas Indra di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Baca Juga: Pemerintah Dinilai Tergesa-gesa Terapkan OSS
Selain itu, lanjut dia, sosialisasi OSS juga penting dilakukan. Proses sosialisasi membutuhkan pendampingan dari pemerintah pusat agar penerapannya efektif menyelesaikan rantai birokrasi perizinan di Indonesia yang panjang.
Peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia pada Indeks EoDB 2019 turun satu poin dari peringkat ke-72 menjadi peringkat ke-73. Penurunan peringkat ini tentu tidak sejalan dengan target yang ingin dicapai Presiden Joko Widodo, yaitu kenaikan 32 peringkat menjadi peringkat ke-40 di 2019. Indeks EoDB dikeluarkan oleh Bank Dunia dan dirilis secara rutin setiap tahun. Jika pada Indeks 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-73, maka pada 2017 dan 2018 peringkat Indonesia berada di 91 dan 72.
Pada Indeks EoDB 2018, Indonesia hanya mencapai posisi ke-144 pada indikator starting a business. Peringkat ini membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura atau Hongkong yang masing-masing mencapai posisi ke-6 dan ke-3. Indikator starting a business dalam EoDB dihitung berdasarkan jumlah prosedur, hari, dan biaya yang dikeluarkan untuk mendaftarkan usaha.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti