Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bukalapak: Fenomena Online to Offline Mungkin Terjadi di Indonesia

Bukalapak: Fenomena Online to Offline Mungkin Terjadi di Indonesia Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Beberapa pemain e-commerce global seperti Amazon dan Alibaba sudah melakukan shifting atau lebih tepatnya menjalankan model bisnis online bersamaan dengan offline (toko fisik) di negaranya masing-masing. Akankah fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia?

Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid berbagi pandangannya mengenai peluang terjadinya online to offline (O2O) di Indonesia. Menurut dia, hal itu mungkin saja terjadi. Namun, bagi Bukalapak sendiri, yang menjadi fokus atau perhatian utamanya adalah masalah investasi yang dibutuhkan untuk membangun toko fisik tergolong besar.

"Di China, ada chain yang mirip dengan kami. Mereka punya warungnya, sudah ada jutaan warung yang lagi-lagi tidak dalam bentuk toko yang bagus, tapi mitra atau warung atau toko tradisional yang menggunakan sistem dari pemain e-commerce. Melihat ke arah sana, saya pikir di Indonesia mungkin saja, tetapi kalau misalkan hal-hal yang membutuhkan investasi besar, ya testing experiment saja begitu (mahal)," kata dia kepada Warta Ekonomi belum lama ini.

Baca Juga: Begini Lho Rencana Bisnis Bukalapak untuk Mitra Warungnya

Kalau uji coba satu model bisnis baru bisa berhasil, baru kemudian perusahaan meningkatkan skalabilitasnya. Sama seperti warung Bukalapak yang inisiasi sebenanrya sudah dimulai sejak 2017 berupa uji coba kecil-kecilan.

"Karena kami engak percaya diri pada saat itu, tapi ternyata going well, baru kami berani ngomongin ini di 2018 pertengahan akhir," tambah Fajrin.

Menurut Fajrin, satu-satunya cara untuk mengetahui apakah fenomena O2O akan sukses atau tidak di Indonesia dengan melakukan uji coba. Pertanyaan selanjutnya, apabila Bukalapak membuat toko fisik sendiri, apa keunggulannya dibanding dengan toko-toko fisik lain yang sudah ada.

"Dibandingkan dengan cost atau investment yang kami keluarkan untuk membangun seperti ini. Compare (bandaingkan) dengan, misalkan yang kami lakukan sekarang bermitra saja dengan warung-warung itu. Mungkin ada yang sudah melakukan seperti itu, ya Warung Pintar, cuma saya kurang tahu persisinya sekarang dia seberapa besar," kata Fajrin.

Baca Juga: Gandeng Warung Pintar, Grab Percepat Inklusi Digital Bisnis Skala Mikro di Indonesia

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: