Banyak pihak tak percaya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) bisa mencetak laba bersih sebesar US$809.846 atau sekitar Rp11,33 miliar (kurs dolar Rp14.000) pada tahun 2018 lalu. Kenapa Garuda Indonesia bisa mencetak laba tahun lalu?
Jika menilik pada pendapatan usaha yang menjadi bisnis inti (core business) perseroan, sebenarnya kinerja operasional Garuda Indonesia pada tahun 2018 lalu tidak bisa dibilang baik. Tercatat, pendapatan usaha maskapai pelat merah ini sebesar US$4,37 miliar dan masih di bawah beban usaha yang sebesar US$4,57 miliar.
Akuntan Profesional RNA 99, Deny Poerhadiyanto, mengakui jika kinerja operasional Garuda Indonesia masih kurang bagus. Ia menambahkan GIAA juga masih belum efisien dalam menjalankan kegiatan usaha. Ditambah, Garuda Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang cukup berat pada tahun lalu karena daya beli masyarakat terhadap tiket pesawat cenderung tetap, namun tren komponen biaya terus menujukkan kenaikan.
"Kalau dilihat dari core business, sebenarnya kinerja operasional Garuda Indonesia masih buruk. Bahkan, Garuda Indoensia merugi karena beban menerbangkan penumpang lebih besar dibanding pendapatan itu sendiri," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Baca Juga: Meski Tak Sebesar Ucapan Rini, Tapi Untung Garuda Lepas Landas
Deny menjelaskan salah satu alasan bisa Garuda Indonesia mencatatkan laba karena catatan pendapatan usaha lainnya yang melonjak jadi US$306,8 juta dibanding tahun 2017 yang defisit US$15,7 juta. Pendapatan usaha lainnya ini yakni pendapatan usaha yang didapat dari pengelolaan perusahaan yang tidak terkait dengan penumpang.
Perlu diketahui, pendapatan usaha lainnya ini terdiri dari dua komponen yakni keuntungan selisih kurs sebesar US$28 juta dan pendapatan lain-lain bersih sebesar US$278,8 juta.
Jika ditelusuri, pendapatan lain-lain ini dikontribusikan oleh pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten, keuntungan revaluasi properti investasi, keuntungan pelepasan aset tetap dan aset tidak produktif, keuntungan jual dan sewa balik, pemulihan dari nilai aset, klaim asuransi, dan lain-lain bersih.
Sebagai contoh, Garuda Indonesia Group menjalin kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi tentang penyediaan layanan konektivitas dan hiburan serta manajemen konten. Melalui kerja sama ini, Garuda Indonesia Group mencatat pendapatan atas kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas serta hak pengelolaan layanan hiburan sebesar US$211,9 juta.
Baca Juga: Kasih Hiburan di Pesawat, Citilink Habiskan Dana Rp2,42 M
Di sisi lain, pendapatan anak usaha seperti Citilink juga turut membantu mendongkrak laporan keuangan Garuda yang mengakibatkan seakan Garuda Indonesia memiliki laba besar.
"(Pendapatan usaha lainnya) inilah yang membuat laba Garuda naik," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: