Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Korsel dan AS Berebut Gelar 'Pionir 5G', Apa Dampaknya untuk Konsumen?

Korsel dan AS Berebut Gelar 'Pionir 5G', Apa Dampaknya untuk Konsumen? Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

Korea Selatan (Korsel) mengklaim memenangkan pertarungan peluncuran jaringan telekomunikasi jaringan kelima (5G), mengalahkan Amerika Serikat (AS) dan China. Informasi itu dimuat oleh Reuters pada minggu lalu.

Pihak Korsel menyatakan, pernyataan mereka didasari oleh fakta, jaringan merekalah yang baru terhubung ke perangkat 5G yang sebenarnya. Meskipun begitu, operator jaringan AS bersikeras menolak pernyataan dari negara ginseng itu.

Melansir Reuters (8/4/2019), setelah artikel mereka terbit, AT&T Inc dan Verizon Communications Inc menyangkal terhadap kabar kebanggaan dari Korsel.

Baca Juga: Ponsel 5G Hadir dalam MWC 2019

Sebaliknya, AT&T merasa, merekalah yang pertama kali meluncurkan jaringan 5G karena telah megumumkan perencanaan peluncuran jaringan di 12 kota AS pada Desember 2018. Akan tetapi, jaringan 5G yang dimaksud hanya tersedia untuk konsumen yang menggunakan perangkat hotspot seluler, bukan pada perangkat ponsel 5G.

"Menjadi yang pertama itu penting dalam industri telekomunikasi, dan kami menginginkan pengakuan itu," kata juru bicara AT&T, seraya menambahkan, perusahaan telah menghabiskan US$130 miliar selama lima tahun terakhir untuk meningkatkan kualitas jaringan.

Di sisi lain, Verizon mengklaim mereka lebih dulu melakukan peluncuran 5G. Minggu lalu, perusahaan mengumumkan telah meluncurkan jaringan 5G dan akan teesedia di ponsel Motorola baru, walaupun masih terbatas di Chicago dan Minneapolis.

Berdasarkan proyeksi Accenture, intensitas perdebatan klaim antarperusahaan atas peluncuran pertama jaringan 5G menunjukkan pertaruhan besar terhadap supremasi (kekuasaan tertinggi) industri telekomunikasi. Sebuah industri yang diperkirakan menghabiskan US$275 miliar selama tujuh tahun, untuk AS saja.

Pemenang di industri tersebut dikabarkan memainkan peran penting dalam menghasilkan sekitar US$12,3 triliun pendapatan tahunan dari keseluruhan industri pada 2035, menurut IHS Markit.

Baca Juga: 2019, Jaringan 5G Siap Lepas Landas

Teknologi yang dapat memberikan kecepatan data setidaknya 20 kali lebih cepat dari 4G itu juga akan mendukung kemajuan besar di era berikutnya. Mulai dari mobil otonom, augmented reality pada smart city, dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Di luar perebutan klaim itu, sejumlah ahli mengatakan siapapun yang pertama kali meluncurkan jaringan 5G, tak akan berdampak banyak kepada konsumen.

Analis Telekomunikasi dan Komunikasi dari Lembaga MoffettNathanson, Craig Moffett mengatakan, "Reaksi itu muncul karena perusahaan-perusahaan malah bertempur atas pemasaran vaporware, bukan membicarakan evolusi jaringan secara nyata."

Menurut Moffett, dampak jaringan 5G belum akan dirasakan langsung oleh pengguna, selama bertahun-tahun ke depan.

Baca Juga: Rudiantara Janjikan Selesaikan Program 5G Tahun ini

"Mereka sibuk sendiri untuk mengklaim mereka memiliki jaringan 5G. Tapi butuh waktu bertahun-tahun sampai jaringan itu dapat dirasakan langsung oleh pengguna," papar Moffett.

Mengesampingkan hak kekayaan intelektual, menjadi yang pertama merupakan masalah kebanggaan nasional. Bahkan, karena sangat bersemangat, Presiden AS Donald Trump tentang mendominasi masa depan telekomunikasi, ia sampai membahas teknologi yang belum ada--6G--dalam kicauannya pada 21 Februari.

"Saya ingin 5G, dan bahkan 6G di Amerika Serikat secepat mungkin. Jauh lebih kuat, lebih cepat, dan lebih pintar daripada standar saat ini. Perusahaan-perusahaan Amerika harus meningkatkan upaya mereka, atau tertinggal," ujarnya.

Sementara itu, White House tidak segera menanggapi permintaan media untuk berkomentar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: