Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan seminar hukum "Penerapan Market Conduct Industri Perbankan" hari ini, Senin (29/4/2019).
Seminar yang diisi oleh dua narasumber, yakni Theresia Endang Ratnawati (Senior Legal Advisor BCA) dan Bernard Widjaja (Direktur Market Conduct OJK), dihadiri oleh 140 bank anggota, firma hukum, dan asosiasi perbankan. Seminar ini bertujuan untuk menyosialisasikan penerapan market conduct yang baik di industri perbankan Indonesia.
Ketua LAPSPI, Himawan Subiantoro menyatakan, sejak dibentuk pada 2016 lalu, LAPSPI melayani lebih dari 165 klaim yang diselesaikan lewat mekanisme arbitrase. Ia memastikan klien sudah mengambil langkah internal dispute resolution (IDR) terlebih dahulu sebagaimana diamanatkan POJK nomor 1 tahun 2014 (perlindungan konsumen) sebelum mengambil jalur penyelesaian sengketa alternatif seperti LAPSPI.
"Kebanyakan kami mendapat feedback positif baik dari individu maupun komersil, mereka mengiyakan ketika ditanya apakah mereka akan merekomendasikan LAPSPI kepada saudara, manajemen, tetangga sebagai alternatif penyelesaian sengketa? Karena selain relatif lebih terukur biayanya, waktunya singkat, kami begitu masuk arbitrase, harus selesai dalam waktu enam bulan," kata dia di Jakarta, Senin (29/4/2019).
Baca Juga: Indeks Sektor Keuangan Naik, Saham Perbankan Makin Dilirik
Ditambahkannya, mulai 2020 nanti akan diupayakan pelayanan klaim pelanggan yang terintegrasi baik dari konsumen perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan, dan penjaminan. Karena saat ini berbagai produk keuangan sudah mingle, mulai dari KPR perumahan yang diikat dengan asuransi jiwa, bancassurance maupun unit link.
Senada, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara menyatakan, saat ini ada banyak produk keuangan hibrida, maka LAPSPI nantinya akan melayani enam jenis lembaga keuangan secara terintegrasi sehingga akan ada semacam cash manager.
"2020 (layanan) akan jadi satu, best practice dimana-mana memang gitu. 2020 masa transisi, paling lambat 2022 jadi. P2P nanti bisa masuk di situ, sebentar lagi asosiasi saya kira di semester satu ini akan meluncurkan sitem informasi debitur kan," tambah dia.
Menurut Tirta, market conduct atau pengawasan di industri jasa keuangan lazimnya ada dua jenis. Pertama, prudensial fokus pada rasio seperti CAR, BOPO, NPL, dan sebagainya agar bank sehat, berhati-hati, dan dana deposan terlindungi. Lalu, market conduct untuk perilaku pelaku pasar, mulai dari desain produk, pemasaran, peluncuran sampai bahasa iklan pun diawasi agar konsumen tidak salah persepsi.
"Di satu sisi, konsumen kami lakukan edukasi bahwa setiap produk keuangan itu ada risiko yang harus dipahami. Ada kewajiban seperti ganti password secara berkala agar tak kecurian. Lalu cek saldo rutin. Lembaga keuangan juga kami bilang tak boleh menang-menangan. Harapannya, saat market conduct jalan, bisa saja tak ada klaim ke depan. Tapi di negara maju seperti Inggris masih ada klaim Rp400-Rp500 ribu per tahun, padahal sudah ada FCA sendiri. Kami arahkan LAPSPI karena beberapa keunggulan seperti penyelesaian tertutup, biaya terukur untuk kasus tertentu, dan lebih cepat prosesnya," kata dia.
Penerapan market conduct yang baik akan dapat menekan keinginan para pihak untuk melakukan moral hazard. Dari beberapa kasus sengketa yang masuk dan ditangani, LAPSPI menggambarkan bahwa kedua belah pihak memiliki indikasi dan potensi terhadap moral hazard.
Moral hazard terjadi karena terdapat pihak yang bertindak tidak sesuai dengan yang seharusnya dan pada umumnya berkaitan dengan nilai kejujuran atau kepantasan.
Pencantuman klausul baku yang mengikat satu pihak, tidak adaa disclosure penuh dari pihak penyedia jasa keuangan, pemanfaatan produk bank oleh konsumen yang tidak memerlukan, namun terus dibujuk dan kemudian terjadi default, adalah beberapa contoh yang dapat menimbulkan moral hazard.
Salah satu contoh penerapan market conduct yang kurang baik dan pernah ditangani LAPSPI adalah bank menambahkan fitur produk mobile banking pada aplikasi pembukaan rekening nasabah pensiunan guru ASN, padahal nasabah tidak memahaminya. Sontak nasabah mengeluh karena uang di rekeningnya berkurang Rp90 juta tanpa sepengetahuannya.
Nasabah menyampaikan bahwa handphone-nya tidak memiliki fitur mobile banking, lalu mengadukan permasalahannya melalui LAPSPI. Dalam proses mediasi LAPSPI, bank bersedia mengganti sebagian kerugian yang diderita nasabah. Pemohon (nasabah) mendapat hak perlindungan konsumen, dan bank menerapkan prinsip market conduct yang baik.
Contoh lain, pemohon (nasabah terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak dewasa) memiliki 12 kartu kredit dari beberapa bank issuer. Limit telah terpenuhi maksimal dan ketika tagihan tidak bisa dibayar, nasabah mengajukan permohonan kepada LAPSPI untuk difasilitasi mediasi pengurangan kewajiban.
Setelah LAPSPI melakukan klarifikasi atas seluruh transaksi dari kartu kredit pemohon, diketahui bahwa pemohon telah menggunakan kartu kreditnya dengan pola gesek tunai yang dilakukan pada merchant, sementara pemohon mengetahui transaksi tersebut dilarang Bank Indonesia.
LAPSPI menolak untuk meneruskan permohonan terkait karena pemohon telah melakukan moral hazard dengan memanfaatkan fasilitas kartu kredit secara salah.
Dengan diadakan seminar hukum ini, industri perbankan diharapkan dapat menerapkan market conduct secara seimbang yang dipercaya menumbuhkan sektor jasa keuangan secara sustainable, sekaligus kecerdasan literasi dari konsumen sektor perbankan.
Oleh karena itu, pelaku usaha jasa sektor perbankan penting untuk mengetahui dan menerapkan market conduct sebaik mungkin agar dapat terhindar dari kemungkinan moral hazard.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: