Dibukanya keran impor untuk importir swasta pun dinilai sudah cukup memenuhi kebutuhan nasional saat ini. Bulog pun dinilai tidak lagi bersikukuh perlu ikut mengimpor. Sebab jika tetap diizinkan dikhawatirkan justru kartel bawang putih akan terbentuk dengan Bulog sebagai pemainnya.
“Saya khawatir ketika bulog diberi izin impor, bulog itu tidak punya experience untuk mengimpor bawang putih. Khawatirnya akan dia (Bulog.red) sub kontrakkan ke importir-importir itu juga. Itu yang saya khawatirkan seperti itu,” kata Ketua Bidang Pemberdaya Fortani, Pieter Tangka.
Baca Juga: Satgas Besutan Mentan Siap Pantau Harga Bawang Putih Selama Ramadan
Menurutnya, memang tidak ada bawang putih produksi lokal saat ini. Jika sampai ada pun stok yang ada akan dialokasikan untuk benih produksi berikutnya. Berlebihnya pasokan akibat kelebihan impor jelas akan berdampak pada penurunan harga di pasar. Jika sudah begitu, importir akan mulai bertaruh siapa yang berani melempar produk terlebih dahulu ke pasar.
Hingga dikhawatirkan kartel akan terbentuk dengan bulog juga sebagai pemain di dalamnya.
“Kementeriankan punya hak untuk memaksa importir melepas barang kalau barangnya sudah datang untuk stabilisasi harga. Instrumen itu saja yang dipakai. Bulog harusnya tidak perlu (impor lagi.red),” tegasnya.
Baca Juga: Operasi Pasar, Mentan Minta Harga Bawang Putih Diturunkan!
Ia menilai memang sudah tepat impor diberikan pada importir yang telah memenugi kewajiban tanam RIPH.
Kengototan Bulog untuk memperoleh surat izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dipandang tidak diperlukan. Selain karena sudah tercukupinya kuota sekisar 115 ribu ton yang diberikan kepada para importir swasta, Bulog pun dipandang tidak akan mampu menjalankan tugasnya untuk mengimpor bawang putih.
Ekonom pertanian dari Universitas Indonesia, Sulastri Surono memandang, kengototan Bulog untuk bisa memperoleh izin impor komoditas ini justru menunjukkan kentalnya nuansa politis yang hendak diusung oleh perum tersebut. Pasalnya, selama ini Bulog tidak pernah akrab dalam hal mengimpor bawang putih. Seharusnya penugasan menjadi beban tersendiri yang baiknya dihindari.
“Saya kira ada unsur politisnya di situ. Seharusnya dengan sikap Pak Buwas, nggak perlu itu ngotot impor. Masalahnya, kalau impor bisa nanam nggak?” ujar peneliti senior LPEM FEB UI ini kepada wartawan.
Baca Juga: Bawang Merah dan Tiket Pesawat Picu Inflasi April
Ia meyakini, kalaupun izin diberikan, Bulog tidak memiliki cukup dana dan kapasitas untuk bisa melakukan impor. Otomatis akan ada pihak lain yang akan “menggantikan” Bulog melakukan tugas yang didapatnya. Pihak tersebut itu pulalah yang dipandang kemungkinan membuat Bulog ngotot memperoleh izin impor bawang putih.
“Yang jadi masalah itu kan waktu dia dikasih izin impor, si Bulog kan nggak punya duit. Dia bermain dari sisi trah kan. Trahnya itu siapa?” tukasnya.
Langkah Kementerian Perdagangan memberikan izin impor kepada 8 importir swasta untuk mendatangkan bawang putih ke Indonesia pun dinilainya tepat. Pasalnya, pemberian izin tersebut sudah sesuai aturan RIPH yang mewajibkan penanaman bawang putih dengan volume 5% dari kuota yang diperoleh.
“Aturannya kan begitu. Ini pemerintah membuat aturan sendiri, malah melanggar sendiri,” cetus Sulastri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: